Pages

Saturday, 4 June 2016

SEJARAH PENULISAN AL-QUR’AN DAN PERKEMBANGANNYA PASCA UTSMAN HINGGA SEKARANG (2-selesai)

          



 Masih Adakah Manuskrip al-Mushaf al-Imam?

Yang dimaksud oleh pertanyaan ini adalah apakah dari sekian naskah mushaf ‘Utsmany yang disiapkan oleh Khalifah ‘Utsman dan timnya masih ada yang tersisa hingga saat ini? Persoalan ini telah lama menjadi pertanyaan dan karena itu pula ada banyak dugaan yang berkitar di sekelilingnya. Salah seorang peneliti yang menjelaskan masalah ini dengan panjang lebar adalah DR. Sahar al-Sayyid dalam makalahnya yang berjudul “Adhwa’ ‘ala Mushaf ‘Utsman Radhiyallahu ‘Anhu wa Rihlatuhu Syarqan wa Gharban”. 

Dalam makalah tersebut, beliau menjelaskan bahwa persoalan ini bermula dari keberadaan mushaf yang dahulu dipegang oleh Khalifah ‘Utsman hingga beliau menemui syahidnya, dimana pada beberapa lembaran mushaf itu ditemukan noda  darah beliau r.a. saat terbunuh. Mushaf ini kemudian tetap berada di Madinah selama beberapa waktu setelah terbunuhnya ‘Utsman. Lalu kemudian menghilang entah ke mana, hingga kemudian beberapa mesjid di wilayah Islam mengaku menyimpan mushaf tersebut.
Dr. Sahar al-Sayyid menyebutkan 5 tempat yang mengaku menyimpan mushaf tersebut –dan ia juga sekaligus membantah kebenaran klaim tersebut secara panjang lebar[55]-:
1.      bahwa mushaf tersimpan di Mesir. 
2.      bahwa mushaf ini tersimpan di Bashrah
3.      bahwa mushaf ini ada di Tashkend
4.      bahwa mushaf ini ada di Himsh (Suriah)
5.      bahwa mushaf ini tersimpan di Museum Topkapi, Istanbul.
Setelah membantah klaim keberadaan mushaf ini, ia kemudian menyatakan,
“Saya kira untuk menyingkap kekaburan yang menyelimuti mushaf ‘Utsman al-Imam adalah mushaf yang mulanya tersimpan di Jami’ Cordova itu bukanlah mushaf utuh yang dahulu dibaca ‘Utsman pada hari kematiannya. Ia hanya mengandungi 4 lembar saja (dari naskah aslinya –pen). Adapun lembaran-lembaran lainnya, maka ia adalah hasil transkrip yang sama dengan sistem mushaf ‘Utsmany...”[56] 

Lalu ia kemudian menggambarkan perpindahan mushaf itu dari satu tempat ke tempat lain, hingga akhirnya tidak terdengar kabarnya sejak tahun 745 H –ketika mushaf itu dikembalikan oleh Portugal kepada Sultan al-Mariny di Fas. Meskipun ada yang bersikeras dengan keberadaan mushaf ini, namun DR. Ghanim Qaduri menguatkan pandangan bahwa sudah sangat sulit saat ini untuk menemukan naskah utuh dari mushaf yang ditulis pada abad pertama atau kedua hijriyah. Dan itu semua membutuhkan bukti materil yang kuat dan penelitian dari berbagai sudut.[57]
Tetapi terlepas dari itu semua, ada atau tidaknya naskah manuskrip al-mushaf al-imam ini sama sekali tidak mempengaruhi orisinalitas al-Qur’an, karena landasan utama penukilan al-Qur’an adalah riwayat dan talaqqi dari generasi ke generasi; sebuah metode yang dari zaman ke zaman telah membuktikan bahwa ia tidak akan membiarkan satupun kesalahan yang menyimpang dari mushaf ‘Utsmany.   

PENULISAN AL-QUR’AN PASCA PENEMUAN MESIN CETAK
PADA TAHUN 1436 M (840 H)

Tidak dapat dipungkiri bahwa penemuan mesin cetak oleh Johannes Guttenberg pada tahun 1436 M (840 H) menjadi awal baru yang cemerlang bagi penyebaran ilmu, budaya dan peradaban. Meskipun pada mulanya, Guttenberg sangat merahasiakan penemuannya ini, namun dengan cepatnya penemuan ini menyebar ke berbagai wilayah Eropa lainnya di luar Jerman, negara asal Guttenberg. Tidak lama setelah itu, pada tahun 1465, mesin yang sama muncul di Roma, pada tahun 1470 di Paris, pada tahun 1471 di Barcelona, dan pada tahun 1474 di Inggris.[58] Dan pada tahun 1486 M, ditemukanlah mesin cetak pertama dengan menggunakan huruf Arab.[59]
Adapun di wilayah Timur (Islam dan Arab), maka sejarah mencatat bahwa Turki merupakan negara yang pertama kali menerima teknologi ini. Diduga teknologi ini masuk bersama dengan masuknya imigran Yahudi ke wilayah Khilafah ‘Utsmaniyah. Dalam imigrasi itu mereka membawa serta mesin cetak untuk beberapa bahasa: Ibrani, Yunani, Latin dan Spanyol. Ini terjadi sekitar tahun 1551 M. 
Sedangkan di wilayah Arab lainnya, pemunculan mesin cetak dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      di Lebanon, mesin cetak mulai dikenal pada tahun 1610.
2.      di Suria, mesin cetak mulai dikenal pada tahun 1706.
3.      di Palestina dan Yordania pada tahun 1830. Di Irak juga mesin ini mulai dikenal pada tahun yang sama.
4.      di Mesir, pemunculan mesin cetak sangat terkait dengan invasi Napoleon Bonaparte terhadap Mesir pada tahun 1798.
5.      sedangkan di kawasan Jazirah Arabia, negara pertama yang mengenal mesin cetak adalah Yaman, yaitu pada tahun 1879. Sedangkan di wilayah Hijaz (Saudi Arabia), teknologi ini mulai dikenal pada tahun 1909.[60]

Percetakan Al-Qur’an Pertama
Menurut DR. Yahya Mahmud Junaid[61], percetakan al-Qur’an pertama setidaknya dilakukan di tiga tempat di Eropa: 
1.      Venesia atau Roma  pada kisaran tahun 1499 sampai 1538 M, terdapat perbedaan pandangan tentang hal ini. Termasuk juga siapa yang memimpin proyek ini. Tetapi yang pasti salah satu dari versi cetak ini ditemukan oleh Angela Novo di perpustakaan seorang pendeta di Bunduqiyah. Namun juga kemudian disepakati bahwa cetakan ini lalu dimusnahkan atas perintah Paus saat itu, dengan berbagai dugaan seputar motivasi pemusnahan itu.   
2.      Hamburg pada tahun 1694. Proyek percetakan ini dilakukan oleh seorang orientalis Jerman yang beraliran Protestan, Ebrahami Hincklmani. Ia menegaskan bahwa tujuannya menjalankan proyek ini bukan untuk menyebarkan ajaran Islam di kalangan orang Protestan, tapi untuk mempelajari Bahasa Arab dan Islam. Cetakan ini terdiri dari 560 halaman, dicetak dengan tinta hitam, namun sangat disayangkan memiliki banyak sekali kesalahan. Terdapat penggantian posisi huruf, hilangnya huruf tertentu dari satu kata, dan kesalahan lain terkait dengan  penamaan surat. DR. Yahya menyebutkan bahwa cetakan ini masih tersimpan hingga kini di beberapa perpustakaan dunia, seperti Dar al-Kutub al-Mishriyyah dan Perpustakaan Universitas King Su’ud di Riyadh. 
3.      Batavia pada tahun 1698. Versi cetakan ini terdiri teks al-Qur’an itu sendiri, serta terjemah dan catatan komentar terhadapnya. Versi ini sendiri disiapkan oleh seorang pendeta Italia bernama Ludvico Marracei Lucersi. Cetakan ini memiliki kelebihan dari segi penggunaan jenis huruf yang lebih bagus dari 2 versi cetakan sebelumnya.
Pada tahun 1787, di Rusia –tepatnya di St. Pittsburg-, juga muncul cetakan mushaf al-Qur’an yang dipimpin oleh Maulaya ‘Utsman. Lalu di tahun 1848, muncul pula cetakan lain di Qazan yang dipimpin oleh Muhammad Syakir Murtadha. Cetakan ini terdiri dari 466 halaman. Versi ini juga komitmen menggunakan rasm ‘utsmany dan penggunaan tanda waqf, meski tidak mencantumkan nomor-nomor ayat. Versi ini juga disertai dengan lembar koreksi yang memuat kesalahan cetak dan koreksinya.
Pada tahun 1834, muncul sebuah cetakan khusus mushaf al-Qur’an di kota Luzig, yang diupayakan oleh Flugel. Di sini patut dicatat bahwa meskipun kalangan Eropa memiliki perhatian khusus dalam upaya percetakan mushaf al-Qur’an, namun hasil upaya ini belum mendapatkan perhatian kaum muslimin. Salah satu sebabnya adalah karena cetakan-cetakan tersebut menyelisihi kaidah rasm ‘utsmany yang shahih.
Beberapa cetakan mushaf di wilayah Islam yang juga pernah muncul ternyata sama saja. Seperti yang muncul di Teheran pada tahun 1828 dan 1833 M, juga di India dan Turki sejak tahun 1887; semuanya memiliki kesalahan yang sama dengan mushaf-mushaf versi Eropa, yaitu tidak mematuhi tata rasm ‘ustmany dan lebih banyak menggunakan rasm imla’iy.[62]
Kondisi terus berlanjut hingga tahun 1890 M, ketika sebuah percetakan bernama  al-Mathba’ah al-Bahiyyah berdiri di Kairo. Percetakan ini kemudian mencetak sebuah mushaf yang ditulis oleh seorang ulama qiraat bernama Syekh Ridhwan bin Muhammad, yang lebih dikenal sebagai al-Mikhallalaty. Dalam mushaf ini, beliau komitmen dengan rasm ‘utsmany dan memberikan tanda waqf . Disamping itu, ia juga menuliskan pengantar yang memuat penjelasan tentang sejarah penulisan al-Qur’an dan rasm berdasarkan kitab al-Muqni’ karya Imam al-Dany dan kitab al-Tanzil karya Abu Dawud.
Mushaf versi ini kemudian dikenal dengan nama mushaf al-Mikhallalaty. Dan ia menjadi pilihan utama diantara semua jenis mushaf yang ada. Hanya saja kualitas kertas dan cetakannya agak buruk; suatu hal yang kemudian mendorong para ulama al-Azhar untuk membentuk panitia penulisan baru yang terdiri atas: Syekh Muhammad ‘Ali Khalaf al-Husainy, Syekh Hifny Nashif, Syekh Mushthafa ‘Inany dan Syekh Ahmad al-Iskandary. Cetakan pertama mushaf ini muncul pada tahun 1923 M, dan mendapatkan sambutan di dunia Islam.
Ketika cetakan pertama ini habis, di Mesir kembali dibentuk sebuah lajnah yang dipimpin langsung oleh Syeikhul Azhar dan beranggotakan: Syekh Abdul Fattah al-Qadhy, Syekh Muhammad ‘Ali al-Najjar, Syekh Ali Muhammad al-Dhabba’ dan Syekh ‘Abdul Halim Basyuni. Tim ini kemudian memeriksa ulang mushaf dengan merujuk kepada kitab-kitab qiraat, rasm, tafsir dan ulumul Qur’an. Setelah itu disiapkanlah cetakan kedua mushaf al-Qur’an dalam bentuk yang lebih teliti. Seiring dengan itu, usaha percetakan al-Qur’an pun berjalan di berbagai belahan dunia Islam.

Percetakan Mushaf di Saudi Arabia[63]
Percetakan mushaf di Saudi Arabia bermula pada tahun 1949, ketika sebuah edisi mushaf yang dikenal dengan nama Mushaf Makkah al-Mukkaramah dicetak oleh Syarikah Mushaf Makkah al-Mukarramah. Dengan modal awal 200.000 real, perusahaan ini mendatangkan sebuah mesin cetak dari Amerika untuk mencetak mushaf dengan berbagai ukuran. Selain itu, mereka juga telah bersepakat dengan seorang ahli khat ternama, Ustadz Muhammad Thahir al-Kurdy untuk menulis mushaf yang sesuai dengan kaidah rasm ‘utsmany. 
Setelah al-Kurdy menyelesaikan tugasnya, draft mushaf itu kemudian diperiksa ulang oleh sebuah team ulama, seperti al-Sayyid Ahmad Hamid al-Tijy –seorang guru qiraat di Madrasah al-Falah, Mekkah-, Syekh ‘Abd al-Zhahir Abu al-Samh –imam dan khathib Masjidil Haram-, dan beberapa ulama lainnya. Setelah diperiksa oleh tim ini, draft tersebut kemudian dikirim kepada Masyikhah al-Azhar yang kemudian mengesahkan draft mushaf tersebut.
Setelah melewati proses penulisan dan koreksi selama 5 tahun, pada tahun 1947 dimulailah proses percetakan mushaf ukuran besar, yang kemudian diselesaikan pada akhir tahun 1949. Lalu setelah itu, dicetaklah mushaf dengan ragam ukuran lainnya. 
Surat kabar Umm al-Qura edisi 19 Mei 1950 menyebutkan beberapa karakteristik mushaf ini, antara lain:
1.      awal setiap halaman dimulai dengan ayat baru, dan akhir setiap halaman ditutup dengan akhir ayat pula.
2.      permulaan juz dimulai dari awal halaman, dan akhir setiap juz juga diakhiri pada akhir halaman.
3.      setiap juz terdiri dari 20 halaman, kecuali juz amma.
4.      hizb, nisf hizb dan rubu’ hizb ditandai dengan tanda lengkungan bulan sabit.
Mushaf Makkah al-Mukarramah ini kemudian mendapatkan sambutan yang hangat, di Saudi bahkan di luar Saudi. Bahkan Raja Saudi waktu itu, Abd al-‘Aziz Al-Su’ud memberikan dukungan moril dan materil kepada para pelaksana proyek ini.
Tiga puluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1979, muncul pula mushaf edisi baru yang dicetak di kota Jeddah. Hingga akhirnya pada tahun 1984 (bertepatan dengan bulan Muharram 1405 H), pemerintah Kerajaan Arab Saudi resmi membuka sebuah percetakan al-Qur’an terbesar di dunia, tepatnya di kota Madinah al-Munawwarah. Kompleks percetakan ini berdiri di atas tanah seluas 250.000 meter persegi, dan tidak hanya mencakup kantor dan percetakan, tapi juga perumahan, pusat perbelanjaan, restoran, rumah sakit, lapangan olah raga dan sarana lainnya.[64] 
Berikut ini sekilas program kerja Kompleks Percetakan ini:
1.      Mencetak mushaf al-Qur’an sesuai qira’at riwayat Hafsh dari ‘Ashim –qira’at yang dibaca oleh mayoritas kaum muslimin di dunia-. Ditulis sesuai dengan rasm ‘utsmany, dan jumlah ayatnya 6236 –sesuai versi kufy-. 
2.      Mencetak mushaf al-Qur’an sesuai qira’at riwayat Warsy dari Nafi’ al-Madany. Qira’at ini dibaca di sebagian besar negara-negara Maghrib (Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Mauritania), ditambah Senegal, Chad, dan Nigeria. Ditulis dengan khat maghribi yang sesuai dengan rasm ‘utsmany, jumlah ayatnya 6214 ayat. 
3.      Mencetak terjemahan al-Qur’an dalam berbagai bahasa dunia.
4.      Merekam bacaan al-Qur’an dengan suara para qurra’  yang masyhur.
5.      Saat ini sedang menyiapkan pencetakan mushaf berdasarkan qira’at riwayat Qalun dari Nafi’ al-Madany.[65] 
Proses percetakan di Majma’ ini berjalan sangat ketat. Setiap pengawas dan pemeriksa dilengkapi stempel khusus yang dibubuhkan pada bagian akhir mushaf. Ini untuk memudahkan pengusutan kesalahan yang terjadi dalam proses pengerjaan. Bahkan pekerja yang berhasil menemukan satu kesalahan akan mendapatkan imbalan bonus dari pihak penanggung jawab percetakan ini.[66]

            PENUTUP
Dari uraian di atas, kita dapat melihat bahwa mushaf ‘Utsmany telah melalui perjalanan yang sangat panjang melintasi kurun waktu 14 abad lamanya. Berbagai inovasi kemudian dikembangkan dalam penulisan ulang dan penggandaan naskahnya. Tetapi selama itu pula, al-Qur’an yang termuat didalamnya tetap terjaga keasliannya; huruf demi huruf, kata per kata, kalimat per kalimat. Hal ini terbukti oleh perjalanan sejarah, dimana tak satu pun upaya untuk menyimpangkan isinya melainkan dengan segera tersingkap di tangan para ulama, khususnya yang menggeluti bidang al-Qur’an dan semua bidang ilmunya. 
Ini tentu saja tidak lepas dari metode pewarisan yang sangat unik dalam menyampaikan al-Qur’an dari kurun demi kurun. Inovasi apapun yang dikembangkan dalam penulisannya, sama sekali tidak mengubah eksistensinya sebagai Kalamullah. Seperti yang dijelaskan para ulama akidah: dengan lisan siapapun ia dibacakan, dengan tulisan siapapun ia dituliskan, di media apapun ia ditorehkan, al-Qur’an tetaplah Kalamullah. 
Wallahu a’lam bi al-shawab. 



DAFTAR PUSTAKA

1.      Adhwa’ ‘ala  Mushaf ‘Utsman wa Rihlatihi Syarqan wa Gharban: DR. Sahar al-Sayyid ‘Abd al-‘Aziz Salim. Makalah dalam Seminar Tarikh al-Ummah al-Islamiyyah baina al-Maudhu’iyyah wa al-Tahayyuz. Zaqaziq. 1989.
2.      Al-A’lam: Khair al-Din al-Zarakly. Dar al-Malayin. Lebanon. Cetakan ketiga. t.t.
3.      Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an: Badr al-Din al-Zarkasyi. Dar al-Turats. Mesir. t.t.
4.      Goldziher dan Varian Qira’at al-Qur’an (Resensi Terhadap ‘Al-Qira’at fi Nazhar al-Mustasyriqin wa al-Mulhidin): Muhammad Ikhsan. Tugas resensi mata kuliah Ulumul Qur’an. Universitas Indonesia. 2005. 
5.      The History of The Qur’anic Text from Revelation to Compilation: Prof. DR. M.M. al-A’zhamy. Gema Insani Press. Jakarta. Cetakan pertama. April 2005.
6.      Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an: Jalal al-Din al-Suyuthy. Tahqiq: DR. Mushthafa Dieb al-Bugha. Dar Ibn Katsir. Cetakan pertama. 1410 H.
7.      Jam’u al-Qur’an fi Marahilihi al-Tarikhiyyah: Muhammad Syar’i Abu Zaid. Tesis master bidang Tafsir dan ‘Ulumul Qur’an. Universitas Kuwait. 1419 H.
8.      Al-Khat al-Qur’any wa al-Khat al-Imla’iy. www.islamweb.net/ver2/archive/printarticle.php?id=14680.
9.      Al-Khaththatah (al-Kitabah al-‘Arabiyyah): ‘Abd al-‘Aziz al-Daly. Maktabah al-Khanjy. Mesir.  1400 H-1998 M.
10.  Majma’ al-Malik Fahd li Thiba’ah al-Mushaf al-Syarif. www.qurancomplex.com/Display.asp?section=4&l=arb&f+write00013&trans=
11.  Manahil al-‘Irfan fi Ulum al-Qur’an: Muhammad ‘Abd al-‘Azhim al-Zarqany. Dar al-Fikr. Beirut. 1408 H.
12.  Al-Mushaf al-‘Utsmany; Taushifuhu, Tarikhuhu, Hal Katabahu ‘Utsman Biyadihi, Hal Huwa Maujudun Al’an: ‘Awadh Ahmad al-Syihry. Universitas Malik Khalid. Abha-KSA. t.t.
13.  Nuqath al-Mushaf al-Syarif. www.qurancomplex.com/Display.asp?section=4&l=arb&f+write0005&trans=
14.  Al-Qira’at fi Nazhar al-Mustasyriqin wa al-Mulhidin: Abd al-Fattah Abd al-Ghany al-Qadhy. Dar al-Salam. Kairo. Cetakan pertama 1426 H.
15.  Qishshah al-Nuqath wa al-Syakl fi al-Mushaf al-Syarif: ‘Abd al-Hayy al-Farmawy. Mathba’ah Hassan. Kairo. T.t.
16.  Al-Qur’an antara Fakta dan Fiksi: Taufik Adnan Amal. www.islamlib.com/id/index.php?page=article&mode=print&id=108
17.  Al-Qur’an dan Qiroat: Abduh Zulfidar Akaha. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. Cetakan pertama 1996.
18.  Shubh al-A’sya fi Shina’ah al-Insya’: Abu al-Abbas Ahmad bin Ali al-Qalaqsyandy. Mathba’ah al-Amiriyyah. Kairo. T.t.
19.  Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim: Abul Fida’ Isma’il ibn ‘Umar ibn Katsir. Dar al-Ma’rifah. Beirut. Cetakan kedua. 1307 H.
20.  Tarikh al-Mushaf al-Syarif: ‘Abd al-Fattah al-Qadhy. Maktabah al-Masyhad al-Husainy. Kairo. T.t.
21.  Tathawwur al-Kitabah al-‘Arabiyyah. www.qurancomplex.com/Display.asp?section=4&l=arb&f+write0003&trans
22.  Al-Thaba’at al-Mubakkirah li al-Mushaf al-Syarif. www.qurancomplex.com/Display.asp?section=4&l=arb&f+write0010&trans
23.  Thiba’ah al-Mushaf al-Syarif fi al-Mamlakah al-‘Arabiyyah al-Su’udiyyah. www.qurancomplex.com/Display.asp?section=4&l=arb&f+write0011&trans
24.  Uslub al-‘Amal fi Kitabah Mashahif al-Majma’ wa Thab’iha. www.qurancomplex.com/Display.asp?section=4&l=arb&f+write0014&trans
25.  Wafayat al-A’yan wa Anba’ Abna’ al-Zaman: Abu al-‘Abbas Ahmad bin Khillikan. Tahqiq: DR. Ihsan Abbas. Dar al-Tsaqafah. Beirut. T.t.








________________________________________
[1] Lih. The History of The Qur’anic Text, hal.105-106.
[2] Lih. Tafsir Ibn Katsir 7/450.
[3] Kitab al-Mashahif, hal. 22 sebagaimana dalam The History of The Qur’anic Text, hal. 106.
[4] Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, 1/334.  
[5] Lih. Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, (1/132). Sementara al-A’zhamy mendukung pendapat Profesor Syauqi Dhaif bahwa ada 8 eksemplar mushaf telah dibuat. Ia juga mengutip pendapat al-Ya’qubi, seorang ahli sejarah Syiah yang berpendapat bahwa jumlah eksemplarnya adalah sembilan. Lih. The History of The Qur’anic Text, hal.105. 
[6] Lih. Al-Mushaf al-‘Utsmany, hal.5
[7] Ibid.
[8] Lih. Manahil al-‘Irfan, (1/330), dan The History of Qur’anic Text, hal.107.
[9] Lih. Tarikh al-Mushaf al-Syarif, hal. 73, dan Naqth al-Mushaf al-Syarif, hal. 1
[10] Lih. Shubh al-A’sya, 3/156, Tarikh al-Mushaf, hal. 74-75, dan Nuqath al-Mushaf al-Syarif, hal.1, 
[11] Nama lengkapnya adalah Zhalim bin ‘Amr al-Du’aly al-Kinany. Ia adalah salah seorang pemuka tabi’in. Turut serta dalam pasukan Ali bin Abi Thalib r.a. dalam peristiwa perang Shiffin tahun 37 H. Ia dipercaya sebagai orang pertama yang memunculkan ilmu Nahwu dan memberikan tanda bacaan pada mushaf al-Qur’an. Ia kemudian meninggal dalam peristiwa wabah (tha’un) Amwas tahun 69 H. Lih. Al-A’lam, 3/340.
12. Al-A’zhamy menjelaskan bahwa yang pertama kali menyuruh Abu al-Aswad menulis sebuah referensi tata Bahasa Arab adalah Khalifah Umar r.a. Ia pun menjalankan tugas itu dan menetapkan empat tanda diakritikal (harakat) yang akan diletakkan pada ujung huruf tiap kata. Tanda ini ditulis dengan warna merah untuk membedakannya dengan huruf yang ditulis dengan tinta hitam. Penggunaan keempat tanda tersebut untuk mushaf al-Qur’an kemudian baru direalisasikan di masa pemerintahan Mu’awiyah, seperti uraian di atas. Lih. The History of The Qur’anic Text, hal. 154-156. 
[13] Shubh al-A’sya, 3/158, Nuqath al-Mushaf al-Syarif, hal.1.
[14] Qishshah al-Nuqath wa al-Syakl fi al-Mushaf, hal. 59-69.
[15] The History of The Qur’anic Text, hal.156.
[16] Al-Lam’ah al-Shahiyyah fi Nahw al-Lughah al-Siryaniyah, hal. 169, sebagaimana dalam The History of The Qur’anic Text, hal. 159.
[17] Syriac Reading Lessons, sebagaimana dalam The History of The Qur’anic Text, hal.160
[18] Lih. The History of The Qur’anic Text, hal.158-161.
[19] Nama lengkapnya adalah Nashr bin ‘Ashim al-Laitsy al-Nahwy. Dikenal juga sebagai Nashr al-Huruf. Termasuk tabi’in generasi awal, juga seorang faqih yang menguasai ilmu Nahwu. Berguru pada Abu al-Aswad al-Du’aly dalam ilmu al-Qur’an dan Nahwu. Meninggal tahun 100 H. Lih. Al-A’lam, 8/343.
[20] Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id Yahya bin Ya’mar al-Qaisy al-‘Adawany. Seorang tabi’in. Ia termasuk yang berpandangan lebih mengutamakan Ahlul bait tapi tanpa merendahkan sahabat-sahabat Nabi yang lain. Seorang alim dalam al-Qur’an dan Nahwu. Meninggal tahun 90 H. Lih. Al-A’lam, 9/225.
[21] Wafayat al-A’yan, 2/32.
[22] Nuqath al-Mushaf al-Syarif, hal. 2
[23] Shubh al-A’sya, 3/152-155, dan Qishshah al-Nuqath wa al-Syakl, hal. 72-86.
[24] Ibid. hal. 80
[25] Ibid. hal. 82-85
[26] Nuqath al-Mushaf al-Syarif, hal.3
[27] Al-Khaththatah; al-Kitabah al-‘Arabiyyah, hal. 62. 
[28] Lih. The History of The Qur’anic Text, hal. 151-153.
[29] Ibid, hal.133-134.
[30] The History of The Qur’anic Text, hal. 134-135. Lih. juga Tathawwur al-Kitabah al-‘Arabiyyah, hal. 1
[31] The Development of The Arabic Script, hal. 125, sebagaimana dalam The History of The Qur’anic Text, hal. 135.
[32] The History of The Qur’anic Text, hal. 135.
[33] Ibid, hal. 154.
[34] Lih. Al-Khat al-Qur’any wa al-Khat al-Imla’iy, hal. 1
[35] Ibid. hal. 1-2
[36] Lih. Al-Qur’an dan Qiroat, hal. 68-69
[37] Lih. Al-Qur’an Antara Fakta dan Fiksi, hal. 1-5.
[38] Lih. Al-Qur’an dan Qiroat, hal. 60
[39] The History of The Qur’anic Text, hal. 165.
[40] Beliau pernah menjabat sebagai Ketua jurusan qira’at pada Universitas Islam Madinah dan Ketua Lajnah Pentashhih Mushhaf di Mesir.
[41] Madzahib At-Tafsir Al-Islamy, hal.5, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qira’at fi Nazhar Al-Mustasyriqin, hal. 9
[42] Ibid., hal. 11-14
[43] Ibid., hal. 14
[44] Madzahib al-Tafsir al-Islamy, hal. 8, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qira’at fi Nazhar al-Mustasyriqin, hal. 18 dan hal. 23.
[45] Ibid., hal. 24.
[46] Ibid., hal. 42-43.
[47] Ibid., hal. 43-47. 
[48] Ibid., hal. 77.
[49] Ibid., hal. 85.
[50] Ibid., hal. 89.
[51] Penjelasan ini sepenuhnya diinukil dari Goldziher dan Varian Qira’at Al-Qur’an (tugas resensi matakuliah Ulumul Qur’an), hal. 3-8.

[52] Lih. Manahil al-‘Irfan, 1/264
[53] Lih. Jam’u al-Qur’an fi Marahilihi, hal. 161-162
[54] Ibid, hal. 162
[55] Lih. Adhwa’ ‘ala Mushaf ‘Utsman, hal. 3-7
[56] Ibid, hal. 8
[57] Al-Mushaf al-‘Utsmany, hal. 6
[58] Madkhal ila Tarikh Nasyr al-Turats al-‘Araby, hal. 18-19, dan Tarikh al-Thiba’ah, hal. 1 
[59] Ibid, hal. 25.
[60] Tarikh al-Thiba’ah, hal. 2-4.
[61] Lih. Tarikh Thiba’ah al-Qur’an al-Karim, hal. 516-525, dan al-Thaba’at al-Mubakkirah li al-Mushaf al-Syarif, hal. 1-3. Bahasan ini sepenuhnya merujuk pada dua sumber ini.

[62] Lih. Tarikh al-Mushaf al-Syarif, hal 90.
[63] Lih. Thiba’ah al-Mushaf al-Syarif fi al-Mamlakah al-‘Arabiyyah al-Su’udiyyah, hal. 1-2.
[64] Lih. Majma’ al-Malik Fahd li Thiba’ah al-Mushaf al-Syarif, hal. 1
[65] Ibid, hal. 2
[66] Lih. Uslub al-‘Amal fi Kitabah Mashahif al-Majma’ wa Thab’iha, hal. 7.

No comments:

Post a Comment

silakan komentar