Pages

Wednesday, 28 November 2012

Hanya BERBAGI ILMU MENULIS......(1)

 Pengantar : tulisan ini hanyalah kopi paste. namun insyaallah bermanfaat. tulisan ini di latar belakangi karena kesibukan sehingga tidak bisa datang acara blog nusantara. tapi labas.... alhamdulillah ada beberapa peserta yang mau berbagi ilmu menulis dari kegiatan tersebut syukron jazakumullah khairan....

“Hikmah adalah harta orang mukmin yang hilang. Di mana saja menemukannya, dia lebih berhak untuk mengambilnya” (Riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah).

Hikmah atau pelajaran dan nasihat, diibaratkan sebagai harta atau barang orang-orang beriman yang hilang atau tercecer. Maka di manapun hikmah itu didapatkan, orang-orang mukmin itulah yang lebih layak untuk mengambilnya. Ini sungguh pengarahan yang luar biasa. Orang beriman harus pandai mengambil pelajaran dari siapapun dan dari peristiwa apapun. Semua ada pelajaran yang berharga selama kita mampu menangkap pesannya.

Menulis adalah Kelas Tanpa Libur, Kata hurufkecil
-catatan dari Kelas Menulis Kreatif Blog Nusantara 2012 bersama Aan Mansyur



Gedung LAN Antang diramaikan oleh sejumlah orang. Sebuah perhelatan akan digelar di sana, dan hari itu, 9 November 2012 pre-event acara Blogger Nusantara 2012 akan dilaksanakan. Pre event ini terdiri dari gelaran tiga kelas kreatif yang meliputi; kelas menulis, kelas soc media, dan mobile photography. Peserta nampak membludak, namun panitia tetap mengantisipasi hal ini. Ketiga kelas pun tetap berjalan dengan lancar dan dimulai secara serentak sekitar pukul tiga sore sesaat setelah adzan Ashar berkumandang.



Kelas dengan peminat paling banyak adalah kelas menulis kreatif yang diisi oleh Aan Mansyur. Penulis dan penyair yang telah menerbitkan sejumlah buku kumpulan puisi, novel, dan cerpen ini memulai kelas tersebut dengan sebuah games sederhana.



“Tulisakan benda-benda yang berbentuk persegi!”

“Tuliskan benda-benda yang berbentuk lingkaran!”

“Tuliskan benda-benda yang berbentuk segi tiga!”



Aan Masyur terus mengajukan perintah dalam games itu sambil mengeliminasi peserta-peserta yang tidak dapat menuliskan nama benda dalam jumlah yang mencukupi. Hingga pada benda berbentuk segi tiga, hanya beberapa orang peserta saja yang mampu mengisi daftarnya dengan jumlah yang cukup banyak.



“Sebenarnya,” ujar Aan setelah mendengarkan salah seorang peserta membacakan tulisannya,



“Pada tubuh kita saja ada begitu banyak segitiga. Bahkan tiap benda yang ada sudutnya pasti segitiga. Ya khan?” lanjutnya.



Maka games sederhana ini pun mengantarkan peserta pada salah satu konsep penting dalam menulis kreatif. Bahwa,tiap orang bisa saja punya imajinasi yang beragam dalam menulis, namun tidak semua punya kepekaan yang sama. Padahal, kepekaan adalah ‘modal’ untuk dapat menemukan berbagai macam hal yang baru. Bahkan hal-hal yang tidak terpikirkan oleh orang kebanyakan. Maka, berusahalah untuk menangkap sebanyak mungkin ide-ide dari hal-hal di sekeliling kita. Banyak cara untuk melakukannya. Salah satu diantaranya adalah dengan mengamati lebih seksama, bahkan dengan ‘tidak terlalu cepat melaju’. Sebab, semakin cepat langkah kita, maka akan semakin sedikit yang dapat kita serap. Antara pengendara mobil, sepeda motor, sepeda, dan pejalan kaki, tentu akan ada perbedaan dari sisi ketelitian dalam mengamati ini.



“Kita ini adalah generasi yang dikutuk”, ujar pemateri berkacamata itu. “Semua hal seolah sudah dibicarakan dan dituliskan oleh orang-orang sebelum kita. Maka, penting bagi kita untuk bisa melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda”.



Memulai Sebuah Tulisan dan ‘Jebakan’ Editing



Selanjutnya, peserta kelas menulis tersebut diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Setelah itu, eksplorasi dari kelas ini terus berlanjut dimulai dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.



Pertanyaan yang kerap kali ditanyakan pada setiap kelas menulis adalah, ‘Bagaimana cara memulai tulisan?’ Ya, saat ide telah lengkap di kepala, bahkan meski semua bahan dan referensi sudah tersedia, terkadang kita tertumbuk pada kata pertama! Hayo..., siapa yang pernah merasakannya? Begitu sulit untuk memulainya, alih-alih menyelesaikan sebuah tulisan. Maka untuk permasalahan ini, kita harus menyadari apa penyebabnya. Ternyata, kebanyakan dari kita selalu ingin menghasilkan tulisan yang paling baik pada kesempatan yang pertama. Hal ini menyebabkan kita berlama-lama pada kata pertama tersebut. Padahal, tulisan yang baik selalu memerlukan proses ‘tulis ulang’ berulang kali. Editing mutlak dilakukan, sehingga mimpi untuk membuat tulisan yang ‘wow’ di draft pertama memang terkesan agak muluk. Sayangnya, hal itu justru membuat kita begitu sering bertubrukan dengan dinding sulitnya memulai sebuah tulisan. Maka, saat mulai menulis, mulailah saja! Menulislah dengan merdeka, dan jangan sekali-kali terjeda untuk mengedit. Godaan untuk mengedit tulisan sebelum tulisan itu jadi, akan membuat prosesnya semakin bertambah lama, bahkan bisa hingga tidak jadi sama sekali.



Menulis dan mengedit adalah dua hal yang berbeda. Sama berbedanya dengan menerbitkan buku, dan juga menjual tulisan tersebut. Setiap hal itu memiliki seninya masing-masing. Bahkan, waktunya masing-masing. Jadi, jangan mencampuradukkannya, yah.



Tulisan yang baik tidak lepas dari peranan editor yang baik. Seorang penulis bisa sekaligus menjadi editor untuk tulisannya sendiri. Dengan syarat, sebelumnya ia harus ‘mengambil jarak’ dari tulisannya itu. Maka, saat tulisan selesai, jangan langsung mengeditnya! Endapkanlah dulu tulisan tersebut sementara waktu, hingga pikiran kita fresh dan kita bisa membaca tulisan itu dengan kacamata ‘pembaca’, bukan lagi kacamata penulisnya. Sehingga, kita dapat menilai tulisan itu dengan lebih objektif, dan kesalahan-kesalahan yang ada dapat nampak lebih nyata. Jika perlu, gunakanlah editor lain yang dapat menilai tulisan tersebut dengan baik dan jujur, sehingga tulisan itu dapat memasuki draft-draft berikutnya dan menjadi lebih baik dari sebelumnya.



Perjuangan Untaian Paragraf



Setelah kita mengedit tulisan, maka akan besar kemungkinan akan terjadi perubahan disana-sini. Tidak dapat dipungkiri bahwa tiap paragraf memiliki kontribusinya sendiri untuk menjaga mata pembaca agar berkenan menyelesaikan bacaannya hingga tuntas. Maka jangan takut untuk merombak tulisanmu. Sebab, kita mungkin butuh untuk menulis begitu banyak tulisan yang jelek, sebelum berhasil membuat sebuah tulisan yang bagus. Proses menulis, betapapun baik dan buruk hasilnya, tidak akan pernah ada ruginya. Seseorang dapat jago dalam menulis tidak ditentukan pada seberapa sering ia ikut kelas menulis atau seberapa banyak buku panduan menulis yang ia baca, tapi dari seberapa banyak tulisan yang telah ia hasilkan.



Bagaimana dengan masalah mood?



“Menulis harus kita jadikan aktivitas yang sedemikian penting, sehingga kita tidak lagi main-main dengan masalah mood.” Jawab Aan untuk pertanyaan ini.



Maka, suasanakanlah aktivitas menulis sehingga tidak ada yang bisa membuatnya berhenti di tengah jalan. Jika perlu memutuskan koneksi internet di tempat mengetik tulisan, maka putuskanlah. Intinya, hindarilah semua hal yang dapat menghalangi kita untuk fokus pada tulisan itu. Ada baiknya untuk mempersiapkan terlebih dahulu hasil riset dan bahan tulisan lainnya sebelum menulis. Hal ini dapat meminimalisir kemungkinan-kemungkinan yang dapat menyebabkan kontinuitas menulis menjadi mandeg.



“Dunia menulis adalah kelas tanpa libur yang selalu menuntut kita untuk selalu melakukan ‘sesuatu’ yang berhubungan dengan dunia menulis”.



Salah satu hal yang erat kaitannya dengan menulis adalah aktivitas membaca. Aan Masyur sendiri pernah berkomitmen untuk menyelesaikan membaca satu buku dalam satu hari. Hal ini membawanya pada kondisi dimana ia selalu ingin menulis untuk meluapkan hasil bacaannya tersebut. Maka, membacalah sebanyak-banyaknya!



“Menulis itu seperti melukis,” Aan memulai analoginya. “Semakin banyak warna yang kita miliki, maka semakin besar kemungkinan kita akan menghasilkan warna yang lebih banyak lagi.”

Proses menulis yang baik tentunya akan menghasilkan untaian paragraf yang akan berperan sebagaimana mestinya.



Paragraf pertama adalah umpan. Deretan kalimat pada paragraf pertama adalah daya tarik bagi pembaca untuk tetap membaca tulisan tersebut. Paragraf pertama ini tidak mesti tercipta pada proses menulis pertama kali. Ingat! Masih ada proses editing yang bisa saja membuat paragraf pertama ini berubah menjadi lebih baik.



Paragraf terahir adalah kunci. Pembaca akan menemukan konklusi pada paragraf terakhir. Termasuk penilaian terhadap karya yang telah kita buat. Maka, paragraf ini menentukan apakah pembaca masih berkenan untuk ‘melahap’ tulisan kita yang lainnya atau tidak.



Paragraf diantaranya adalah penjaga. Paragraf-paragraf antara yang pertama dan yang terakhir pun harus tetap konsisten dengan kualitasnya. Sebab, pembaca hanya akan bertahan dari paragraf pertama sampai paragraf penutupnya, jika paragraf diantaranya pun menarik untuk disimak.



Tiga Kunci Menulis Kreatif



Ada beberapa hal yang patut diperhatikan untuk dapat mengembangkan diri dalam hal menulis kreatif ini. Setidaknya ada tiga poin yang dijelaskan Aan Mansyur dalam kesempatan tersebut:

1. Menulis kreatif =Membunuh Klise

Sebab kita terlanjur ‘lahir belakangan’, maka pantang untuk menuliskan hal-hal klise yang sudah banyak dibahas. Menghindari hal ini salah satunya dengan berusaha untuk banyak membaca. Semakin banyak membaca, maka kita dapat menentukan standar tentang seberapa klise suatu hal. Apakah ide tersebut masih layak dituliskan, ataukan perlu dicarikan sudut pandang lainnya. Dalam menjelaskan part ini, Aan kembali membuat games sederhana.



“Tuliskan sebanyak mungkin pertanyaan yang tidak pernah ditanyakan oleh orang lain!”



Maka bermunculanlah berbagai pertanyaan unik dari peserta. Beberapa pertanyaan sebenarnya masih dapat dijawab dengan data-data, maka yang ini kurang baik untuk dikembangkan lagi. Pertanyaan lainnya ternyata masih dapat dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan berikutnya, maka yang ini cukup tepat untuk dijadikan ide sebuah tulisan. Sebab, tulisan itu akan terus mengalir dan tentu tidak akan terjebak pada ranjau klise.



“Penulis yang baik seharusnya memiliki minimal satu pertanyaan sebelum ia tidur. Pertanyaan itu tidak harus ia jawab, namun seharusnya bisa ia tuliskan.” ujar penyuka tomat ini. “Dapatkan ide dengan lebih banyak bertanya!” lanjutnya.



2. Tentukan target

Setiap hal membutuhkan target. Target-target itu bisa menjadi arahan sekaligus penyemangat untuk dapat menuju hasil yang baik. Target ini mencipta standar-standar tersendiri. Untuk dunia kepenulisan, menembus media atau penerbit tertentu bisa dijadikan target yang akan mematok standar tertentu untuk tulisan kita. Hal ini dapat sangat membantu untuk mengembangkan kulitas tulisan, bahkan juga kuantitasnya. Namun, tetap jangan jadikan penolakan media sebagai akhir dari segalanya. Pun, tetaplah memiliki ‘warna khas’ tulisan tersendiri tanpa harus diintervensi oleh standar-standar tersebut.



3. Temukan partner

Partner menulis adalah orang yang dapat menilai tulisan kita dengan objektif. Akan lebih baik jika ia juga adalah orang yang tertarik dengan dunia kapenulisan sehingga penilaian, kritik, saran, dan masukannya dapat benar-benar membantu dalam proses perbaikan tulisan kita. Jangan terbuai dengan tebaran jempol setelah posting tulisan di facebook,misalnya. Menganggap tulisan kita telah bagus setelah mendapatkan berbagai macam pujian hanya akan mencegah suatu karya menjadi lebih baik. Maka bahkan jauh lebih bagus jika anggapan buruk terhadap tulisan kita sendiri dapat membuat kita lebih bersemangat dalam membenahinya lagi.



“Pujian adalah ‘ujian’ yang menyamar di balik huruf ‘p’,” ujar pemilik akun twitter @hurufkecil ini. Maka, berhati-hatilah dengan pujian, kemenangan pada berbagai event lomba, dan komentar-komentar yang bagus, jika semua hal itu hanya membuat kita berhenti untuk terus belajar.



...Dan Sharing Lainnya



Aan Masyur berkisah tentang persiapannya dalam penulisan sebuah buku yang mengusung tema tentang ‘kuku’. Saat mempersiapkan buku yang akhirnya tidak jadi diliris itu, ia melakukan berbagai macam riset tentang segala hal yang berkaitan dengan kuku. Penelusuran itu ia lakukan untuk dapat menghasilkan sebuah karya yang lengkap dan ‘dalam’.



“Banyak orang yang berpendapat bahwa kita harus menulis hal-hal yang kita ketahui,” kata Aan,



“Namun bagi saya, akan lebih baik jika kita menulis hal-hal yang ingin kita tahu, ini bisa membuat kita menjadi lebih banyak tahu tentang banyak hal” lanjutnya.



Tweep dengan tujuh puluh ribu followers ini juga bercerita tentang kebiasaannya untuk melakukan hal-hal lain jika menemui kejenuhan dalam menulis. Kejenuhan dalam kasus ini tentunya bukan yang berhubungan dengan mood.



“Saya tidak ingin lagi diganggu oleh mood.” ujarnya



Namun, kejenuhan seringkali terjadi saat tulisan berkembang dengan tidak semestinya. Saat tulisan mulai tidak jelas ujung pangkalnya dan mulai menjauh dari track yang sebenarnya, maka ambillah jeda. Lakukanlah kegiatan-kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan menulis. Belajar memasak, belajar main tenis, dan kegiatan lainnya yang dapat membuat kita menjadi kembali fresh saat kembali maju untuk mengeksekusi tulisan itu lagi.



Saat tulisan berkembang dengan tidak semestinya, tidak perlu khawatir! Sebab, selalu lebih mudah untuk menggunting tulisan, dibanding menambalnya. Menambal tulisan kerap kali membuat tulisan menjadi tidak lagi alami. Kembali ingat, masih ada proses editing setelah tulisan selesai. Maka, jangan terlalu cepat mengucapkan selamat tinggal pada naskah yang sudah melebar kesana kemari. Masih ada editing, kok.



“Bagi saya ada dua editor yang paling baik.” Aan mengungkapkan rahasianya. “Yang pertama adalah waktu. Yang kedua adalah timeline di twitter”, ujarnya.



Ya, menuliskan kejadian masa lalu berarti menuliskan peristiwa yang telah disunting oleh waktu. Aan Mansyur sendiri merasa lebih nyaman untuk menuliskan hal-hal yang sudah terlewat itu. Termasuk dengan komitmennya untuk tidak menyingkat kata pada tiap kicauannya di twitter. Bagi Aan, penetapan 140 karakter di twitter adalah sebuah tantangan tersendiri dalam membuat kalimat yang efektif. Maka, latihan dengan pembatasan itu adalah upaya tersendiri dalam membuat tulisan yang lebih baik. Singkat, namun memiliki makna yang dalam.



Saat waktu sudah beranjak tiga puluh menit dari pukul lima sore, kelas menulis kreatif pun diakhiri. Pada kesempatan akhir itu, Aan Mansyur berpesan; “Lupakan semua hal yang sudah kita bicarakan pada pertemuan ini, dan mulailah mencari cara menulismu sendiri!”.



Maka ya, tiap orang memiliki gayanya masing-masing. Yang terpenting dari ilmu tetaplah amalannya. Jadi, tidak ada lagi alasan untuk tidak memulai kata pertamamu. Sekarang,menulislah!

1 comment:

  1. Artikelnya sangat menarik, bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu menulis.

    ReplyDelete

silakan komentar