A.
Pendidikan
Islam Pada Zaman Penjajahan
a. Pendidikan
Zaman Belanda
penaklukan
bangsa barat atas indonesia dimulai dalam biadabng perdagangan, kemudian dengan
kekuatan militer. Kedatangan mereka memang membawa kemajuan teknologi, tetapip
tujuan sebenarnya adalah untuk mningkatkan hasil penjajahan. Begitu pula dalam
bidang pendidikan, barat tak hanya memperkenalkan sistem dan metode baru,
tetapi juga untuk menghasilakan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka
dengan upah rendah. Apa yang mereka sebut pembaruan pendidikan sebenarnya
adalah wasternisasi dan kristenisasi. Motif inilah yang mewarnai kebilaksanaan
pemerintah belanda di Indonesia.
Terhadap pendidikan Islam, semula
belanda (tahun 1610 M) bersikap membiarkan saja menurut sistem kerajaan
Mataram. Namun mereka nlambat laun mengubah pendidikan islam secara sedikit
demi sedikit. Sejak perjanjian Giyanti (tahun 1755 M), belanda berusaha mulai
melumpuhkan penagruh islam, dimulai dari daerah yang sudah dikuasai di Yogya
dan Surakarta. Tanah lungguh untuk penghulu, Naib, Kiai Anom, kiai sepuh
dihapuskan dijadikan tanah gubernemen. Demikian juga tanah lungguh untuk
bangsawan di yogyakarta. Hal inilah yang antara lain menggerakkan di
penogorodan alim ulama tampil untuk memerangi penjajah. Setelah dipenogoro
ditaklukan, belanda melanjutkan usahanyauntuk membinasakan organisasi resmi
pendidikan islam. Penghulu, Naib, Modin dibebaskan dari kewajiban pendidikan dan pengajaran islam. Hasil
pungutan sakat, srakah, dan wakaf yang diperuntungka membiayai pendidikan
dihapuskan dan dialihkan untuk menggaji penghulu yang tanah lungguhnya dihapus.
Wakaf sawah yang luas, kadang-kadang berhektar-hektar, yang semula untuk biaya
pendidikan diajdikan wakaf masjid saja. Penghulu
tidak lagi menjadi hakim agama, cukup naib saja yang menjadi nikah, talak dan
rujuk dan semuanya dibawah pegawasan belanda. Terkadang mereka yang diangkat
tidak tahu soal agama, bahkan ada yang diangkat menjadi anggota Mahkamah Tinggi
yang tidak ahli dala lapangan ilmu hukum islam.karena usaha-usaha belanda itu,
pendidikan islam lama-kelamaan menjadi
mundur dan makin terdesak oleh pendidikan barat.
Ketika Van Den Bosch menjadi
gubernur jenderal di Jakarta tahun 1831, ia mengeluarka kebijaksanaan bahwa
sekolah gereja dianggap dipoerlukan
sebagai sekolah pemerintah Belanda. Departemen yang mengurus pendidikan dan keagamaan
menjadi satu. Di setiap daerah keresidenan didirikan satu sekolah agam kristen.
Van den Capellen tahun 1819
merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintahan
Belanda. Dalam surat edarannya kepada bupati berisi: “dianggap penting untuk
secepatnya mengadakan peraturan pemerintah yang menjamin meratanya kemampuan
membaca dan menulis bagi penduduk
pribumi agar agar mereka dapat mentaati undang-undang dan hukum negara.” Dari
surat edaran diketahui bahwa belanda menganggap pendidikan agam islam yang di
selenggarakan di pondok-pondok pesatren, masjid musallah, dianggap tidak
membantu pemerintah Belanda. Para santri dianggap buta huruf latin. Jelasnya
madrasah dan pesantren dianggap tidak berguna dan tingkatannya rendah, sehingga
disebut sekolah desa. Oleh sebab itu, sekolah-sekolah mendirikan sekolah dasar
di tiap kabupaten dimaksudkan untuk menandingi dan menyaingi madrasah,
pesantren, dan pengajian di desa itu.
Kemunduran pendidikan islam sampai
puncaknya sebelum tahun 1900 masehi yang meliputi seluruh indonesia. Bahkan
pada tahun 1882 belanda membuat badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan
beragama dan pendidikan isla. Tahun 1952 belanda mengeluarkan peraturan lebih
ketat, bahwa tidak semua kiai boleh memberikan pengajaran mengaji. Peraturan
itu itu disebebabkan tumbuhnya organisasi pendidikan islam, seperti
muhammadiyah, syarikat islam, al-irsyad, nahdatul wathan, dan lain-lain. Tahun
1932 keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan menutuo madrsah dan
sekolah yang tidak ada isinnya yang disebut ordonansi sekolah liar. Peraturan
ini muncul setelah gerakan nasioanlisme-islamisme pada tahun 1928 berupa sumpah
pemuda. Selain itu sekolah kristen yang banyak mendapat kritikan dari rakyat
sekitar, juga untuk menjaga dan menghalangi masuknya pelajaran agama disekolah
umum yang kebanyakan muridnya beragama
islam, maka pemerintah belanda mengeluarkan peraturan yang disebut “Netral
Agama”.
Jika melihat peraturan-peraturan
Belanda yang demikian ketat mengawasi dan menekan aktivitas madrasah dan
pesantren di indonesia, seolah-olah pendidikan Islam akan lumpuh. Akan tetapi
apa yang kita saksikan adalah sebaliknya.
Pada tahun 1901 belanda melakukan
politik etis, yaitu mendirikan pendidikan rakyat sampai ke desa yang memberikan
hah-hak pendidikan pada pribumu dengan tujuan untuk mempersiapkan
pegawai-pegawai yang bekerja untuk belanda, juga untuk menghambat pendidikan
terdisional. Belanda juga tidak mau mengakui lulusan-lulusan pendidikan
tradisional karena mereka dianggap tidak bisa bekerja di pabrik maupun sebagai
tenaga birokrat. Di luar dugaan, berdirinya sekolah-sekolah rakyat di desa
dimana orang pribumi belajar di sekolah-sekolah belanda justru menjadikan
mereka mengemal sistem pendidikan modern: sistem kelas, pemakaian meja, metode
belajar modern, dan pengetahuan umum. Mereka juga menjadi mengenal surat kabar
dan majalah untuk mengikuti perkembangan zaman. Pandanmgan rasional ini menjadi
pendorong untuk mengadakan pembaruan, diantaranya bidang agama dan pendidikan.
Maka lahirlah gerakan pembaruan pendidikan Islam.
Kondisi demikian terjadi juga di
Timur tengah ditandai dengan munculnya ide Pan Islamisme yang dirintis oleh
jamaluddin al-afghani dimesir dan gerakan salafiyah wahbiyah di hijaz. Oleh
karena itu santri-santri indonesia banyak yang belajar kehijaz dan Mesir.
Mereka bermukim di Makkah menuntut ilmu bertahun-tahun. Pada waktu itu di
makkah ada alim ulama (guru besar) dari indonsia seperti syaikh ahmad khatib
Minangkabau, imim Mazhab Syafi’I di masjid al-haram; syaikh nawawi banten,
syaikh arsyad al-Banjari, dan lain-lain. Ketika mereka kembali ketanah air mereka mengajarkan ilmu-ilmu agam dan bahasa
arab yang lebih tinggi mutunya dari masa sebelumnya. Dengan demikian berkat
usaha mereka ilmu agama semakin tinggi
mutunya dari masa seblumnya. Dengan demikian, berkat usaha mereka ilmu
agama semakin tinggi (luas). Pada masa
perubahan itu boleh dikatakan pelajaran agama di indonesia hampir sama dengan
mekkah. Perbedaan yang nyata dalam masa perubahan itu (antara tahun 1900-1908)
adalah pelajaran ilmu sharaf, nahwu, fiqih, dan tafsir yang dahulu hanya
dipelajari satu macam kitab, sekarang dipelajari bermacam kitab.
Karena pengaruh politik etis pemerintah
belanda menetapkan kebijaksanaan pendidikan dan merealisasikannya dalam
berbagai program pendidikan dasar untuk warga pribumi. Namun mereka membedakan
program tersebut sebagai berikut:
1.
Sekolah dasar kelas satu (De Eerste
Klasse School) untuk kalangan para pemuka, tokoh-tokoh, dan orang-orang
terhormat bumi putra.
2.
Sekolah dasar kelas dua (De Tweede
Klasse School) untuk anak-anak bumi putra biasa[1].
Semua itu bertujuan untuk
mempersiapkan pegawai-pegawai yang bekerja untuk belanda, selain tentunya
untukmenghambat sistem pendidikan tradisional yang para tokoh, guru serta
ulamanya sedang mengembangkan pendidikan
islam indonesia. Bahkan, Belanda juga tidak mengakui lulusan pendidikan
tradisional. Mereka tidak bisa bekerja kepada Belanda sebagai pekerja di pabrik
atau tenaga birokrat karean buta huruf latin.
Kehadiran sekolah-sekolah belanda
ini mendapat kecaman sengit kaum ulama dan santri karena pendidikan itu menjadi
alat penetrasi kebudayaan barat yang akam melahirkan intelektual pribumi
sekuler dan menjadikan umat islam jauh dari agamanya. Oleh sebab itu, lahirlah
gerakan pembaruan pendidikan islam yang natinya akan membawa kemajuan
pendidikan islam indonesia ketaraf yang lebih baik. Sebnarnya kesadaran ini
juga akibat terpengaruh oleh ide-ide pan Islamisme dan reformasi di mesir
ketika beberapa pelajar indonesia menuntut ilmu agama disana. Itulah sebabnya
kenapa kemudian para pembaru islam mengadopsi pendidikan kolonial, padahal
sebelumnya mengecam.
Dengan demikian pembaruan pendidikan
indonesia sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda. Hal ini di tandai dengan
berdirinya organisasi islam seperti (sumatra Tahwalib, Jamiatul khair,
Al-irsyad, Muhammadiyah, PUI, persis) yang mendirikan sekolah-sekolah islam,
dmana sistem pengajarannya tidak lagi di surau dengan sistem tradisional
melainkan sudah menggunakan sistem kalsikal dengan kurikulm pelajaran agama dan
pengetahuan umum, walaupun kondisinya masih sederhana.
b. Pendidikan
Zaman Jepang
Jepang
menjajah Indonesia setelah mengalahkan Belanda dalam perang Dunia II pada tahun
1942 dengan semboyang Asia Timur Raya atau Asia untuk Asia.
Pada masa awalnya pemerintah jepang
seakan-akan membela kepentingan islam sebagai siasat untuk memenangkan perang.
Untuk menarik dukungan rakyat indonesia, pemerintah Jepang membolehkan
didirikannya sekolah-sekolah Agama dan pesantren-pesantren yang terbebas dari
pengawasan Jepang.
1.
Kantor urusan Agama yang pada zaman
Belandadisebut kantor Voor Islamistishe Saken yang dipimpin oleh orientalis
Belanda diubah menjadi sumubu yang dipimpin ulama Islam, yaitu K.H. Hasyim dari
Jombang dan di daerah-daerah disebut Sumuka.
2.
Pondok pesantren yang besar-besar
mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar jepang.
3.
Sekolah-sekolah negeri diberi pelajaran
budi pekerti/agama
4.
Membentuk barisan Hisbullah yang memberi
latihan dasar kemiliteran pemuda islam (santri-santri) dipimpin oleh K.H.
Zainul Arifin.
5.
Jepang mengisinkan berdirinya Sekolah
Timggi Islam dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Musakkir, dan Bung Hatta.
6.
Ulama islam bekerja sam dengan pimpinan
nasionalis membentuk Barisan Pembela tanah air (PETA).
7.
Umat islam mendirikan Majelis Syuro
Muslimin Indonesia (Masyumi)[2].
Maksud dari pemerintah Jepang adalah
agar kekuatan umat Islam dan nasionalis bias diarahkan untuk kepentingan
memenangkan perang yan dipimpin jepang.
Pada masa pemerintahan Jepang,
sekolah dasar dijadikan satu macam yaitu sekolahdasar enam tahun. Sebenarnaya
Jepang mengadakan penyerangan ini untuk memudahkan pengawasan, baik dalam isi
maupun penyelenggaraanya. Ternyata kemudian menguntungkan bagi kita, terutama
bila dilihat dari segi pendidikan itu sendiri, yaitu menghapuskan diskriminasi.
System pengajaran dan sturktur kurikulum ditunjukkan untuk keperluan Perang
Asia Timur Raya.
Selain itu, Jepang juga mengadakan
latihan bagi guru-guru di Jakarta mengindoktrinisasi mereka dalam hakko iciu
(kemakmuran bersama). Para peserta latihan diambil dari tiap-tiap daerah
kabupaten. Sezsudah selesai latihan mereka harus kembali ke daerah
masing-masing, mengadakan latihan untuk meneruskan hasil nyang mereka peroleh.
Guru-guru yang dilatih
diindoktrinisasi dimulai bulan juni 1942 di Jakarta. Mata prlajaran meliputi
pendidikan semangat, bahasa, adat-istiadat, lagu-lagu jepang, olahraga,
pendidikan tentang dasar-dasar pertahanan, dan sebagainnya. Apabila telah
selesai pulang kedaerahnya masing-masing untuk melatih guru-guru yang lain,
sehingga menjadi propaganda Jepang. Kedudukan golongan pendidik pada masa
Jepang mendapat tempat yang baik dalam lingkungan masyarakat.
Demikian sekolah-sekolah pada zaman
militer jepang umumnya bmengalami kemunduran. Namun, masalah yang paling
penting pada sekolah-sekolah itu (1942-1945) adalah nasionalisasi,bahasa
pengantar, serta pembentukan kader-kader muda untuk tugas berat dimasa mendatang.
B.
Pendidikan
Zaman Kemerdekaan
Setelah merdeka, pendidikan islam
mulai mendapat kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional.
Di Sumatra, Mahmud yunus sebagai pemeriksa agama pada kantor pengajaran
mengusulkan kapada kepala pengajaran agar pendidikan agama di sekolah-sekolah
pemerintah ditetapkan dengan resmi dan guru-guru digaji seperti guru umum dan
usuul pun diterima[3].
Selain itu pendidikan pendidikan agam di sekolah juga mendapat tempat yang
teratur, seksama, dan penuh perhatian. Madrasah dan pesantren juga mendapat
perhatian. Untuk itu dibentuk Departemen Agama pada tanggal 3 deesember 1946
yang bertugas mengurus penyelenggaraan pendidikan agama disekolah umum dan
madrasah serta pesantren-pesantren.
Pendidikan islam setahap demi
setahap dimajukan. Istilah pesantren yang dulu hanya mengajar agama di surau
dan menolak modernitas pada zaman kolonial, sudah mulai beadaptasi dengan
tuntutan zaman. Bahkan, kini pesantren ikut mendrikan madrasah dan sekolah
umum, sehingga pemuda islam diberi banyak pilihan. Upaya ini merupakan usaha
untuk menata diri ditengah-tengah realitas sosial modern dan kompleks.
Pesantren juga telah lebih berkembang dengan berdirinya perguruan tinggi Islam.
Sekolah agama, termasuk madrasah,
di teteapkan sebagai model dan sumber pendidikan nasional yang berdasarkan
Undang-undang Dasar 1945. Eksistensi pendidikan agama sebagai komponen
pendidikan nasional di tuangkan dalam undang-undang Pokok pendidikan pengajaran
nomor 4 Tahun 1950, bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah mendapat
pengakuan dari Menteri agama di angggap telsh memenuhi kewajiaban balajar.
Pada tahun 1958 pemerintah
terdorong untuk mendirikan Madrasa Negeri dengan ketentuan kurikulum 30% pelajaran
Agama dan 70% pelajaran umum. Sistem pembelja ranaanya sama dengan
sekolah-sekolah umum dengan penjewnjangan sebagai berikut.
a.
Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN)
setinggkat SD lama belajar enam tahun
b.
Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN)
setingkat SMP lama belajar tiga tahun
c.
Madrasahb Aliyah Negeri (MAN) setingkat
SMA lama belajar tiga tahun
Pada tahun 1975 di keluarkan SKB di mana
Madrasyah dai harapkan memperoloeh posisi yang sama dengan sekolah-sekolah umum
dengan sistem pendidikan, sehingga lulusan madrasah dapat melanjutkan ke
sekolah umum.
Pada tahun 1984 di keluarkan SKB yang
merupan tindak lanjut dari SKB 1975, yaitu tentang pembukuan kurikulum sekolah
umum dan sekolah madrasyah. Dengan SKB itu di sebutkan bahwa madrasah memilikki
persamaan sepenuhnya dengan sekolah umum dalam mencapai cita-cita pendidikan
nasional dan madrasah di harapkan dapat berperang sama dengan sekolah umum
dalam memenuhi tuntutan masyarakat.
Perkembangan pendidikan islam
terus di tingkatkan. Tuntutan untuk medirikan perguruan tinggi juga
meningkatkan. Sebelum kemerdekaan sebenarnya di minang kabau sudah berdiri
perguruan tinggi pertama, yaitu sekolah islam tinggi di dirikan oleh persatuan
Guru-guru Agama Islam (PGAI) di pandang. Di jakarta didirikan STI ( Sekolah tinggi islam ) pada juli 1945 oleh
beberapa pemimimpin Islam, yaitu Hatta dan M Natsir, pemimpin STI di percayakan
kepada K.H. Kahar Muzakkir[4].
Karena pergorokan kemerdekaan STI di pindahkan ke Jogjakartadan pada tanggal 22
Maret 1945 STI berubah menjadi UUI (universitas islam Indonesia). Sekolah
kemerdekaan di yokyah juga di buka UGM (Universitas Gadjah Mada). Pemerintah
menawatkan untuk menegerikan UUI dan UGM. UII menerimah dengan syarat di bawah
naungan Depertemen Agama. Akhirnya hanya satu fakultas yang di negerikan, yaitu
Fakultas Agama. Fakultas Agama UII berubah menjadi PETAIN (Perguruan Tinggi
Agama Islam negeri). Di jakarta di buka ADIA ( akademi dinas ilmu agama )
terdiri dari dua tingkat yaitu tingkat semi akademi tiga tahun dan tingkat
akademi dua tahun. Pada bulan Mei 1960
dep[ertemen agama menggabungkan PTAIN dengan ADIA menjadi IAIN yaitu
berkedudukan di yogya dan bercabang di jakarta. Di bandah aceh pada waktu A.
hasyimy menjadi gubernur Aceh juga
didirikan fakultas agama negeri. Tahun 1960 FAIN di ubah menjadi syariah banda
aceh yang merupakan cabang IAIN yogyakarta[5]
. setelah beberapah athun depetemen agamah memeisahkan IAIN menjadi dua yang
masing-masing berdiri sendiri . yaitu IAIN yogyah dan IAIN jakarta
IAIN bertambah pesat
dan melahirkan cabang-canbangnya di berbagai wilayah di tambah dengan
bertumbuhnya perguruan tinggi swasta, di antaranya UNJ, UM, UNISBAH, UNISMA,
pendidikan islam mengalami kemajuan dengan mengiringi modernitas. Terakhir pada tahun 2002, IAIN
Syarif Hidayah Tullah berubah menjadi UIN ( universitas islam negeri ) Syarif
hidayah tullah yang di dalamnya menyelengarakan pendidikan selain
fakultas-fakultas Agama ( fakulta
tarbiyah dan Keguruan, fakultas adab dan Ilmu Humoniorah, fakultas usuluddin
dan Filasat, fakultas syariah dan Hukum,fakultas dakwa dan Komunikasi ), juga
membuka Fakultas pisikolog, fakultas dirasah islamiyah, fakultas ekonomi dan
sosial, fakultas dan sain dan Teknologi, dan program Pasca Sarjana di samping
itu sedang di rancang pendirian fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadi
kesimpulan dari makalah kami yaitu ada Perkembangan Pendidikan Islam Di
Indonesia yang sangat signifikan di mulai dri zaman kerjaan, zaman penjajahan,
zaman kemerdekaan.
B.
Saran
1. Perlu dilakukan observasi tempat-tempat bersejarah
2. Perlu ditingkatkan pembahasan tetang Alquran dan hadis menurut salafusoleh
dalam
perkuliahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, (Ed.), Islam dan Masyarakat, Pantulan
Sejarah Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1987
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia,
Jakarta: Rajawali Pers,2010
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta: Hidakarya, 1985.
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: 1995
makalah yang sangat membantu
ReplyDelete