Pages

Wednesday, 6 June 2012

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA (2-selesai)


A.    Pendidikan Islam Pada Zaman Penjajahan


a.         Pendidikan Zaman Belanda
            penaklukan bangsa barat atas indonesia dimulai dalam biadabng perdagangan, kemudian dengan kekuatan militer. Kedatangan mereka memang membawa kemajuan teknologi, tetapip tujuan sebenarnya adalah untuk mningkatkan hasil penjajahan. Begitu pula dalam bidang pendidikan, barat tak hanya memperkenalkan sistem dan metode baru, tetapi juga untuk menghasilakan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah rendah. Apa yang mereka sebut pembaruan pendidikan sebenarnya adalah wasternisasi dan kristenisasi. Motif inilah yang mewarnai kebilaksanaan pemerintah belanda di Indonesia.




            Terhadap pendidikan Islam, semula belanda (tahun 1610 M) bersikap membiarkan saja menurut sistem kerajaan Mataram. Namun mereka nlambat laun mengubah pendidikan islam secara sedikit demi sedikit. Sejak perjanjian Giyanti (tahun 1755 M), belanda berusaha mulai melumpuhkan penagruh islam, dimulai dari daerah yang sudah dikuasai di Yogya dan Surakarta. Tanah lungguh untuk penghulu, Naib, Kiai Anom, kiai sepuh dihapuskan dijadikan tanah gubernemen. Demikian juga tanah lungguh untuk bangsawan di yogyakarta. Hal inilah yang antara lain menggerakkan di penogorodan alim ulama tampil untuk memerangi penjajah. Setelah dipenogoro ditaklukan, belanda melanjutkan usahanyauntuk membinasakan organisasi resmi pendidikan islam. Penghulu, Naib, Modin dibebaskan dari kewajiban  pendidikan dan pengajaran islam. Hasil pungutan sakat, srakah, dan wakaf yang diperuntungka membiayai pendidikan dihapuskan dan dialihkan untuk menggaji penghulu yang tanah lungguhnya dihapus. Wakaf sawah yang luas, kadang-kadang berhektar-hektar, yang semula untuk biaya pendidikan diajdikan wakaf masjid saja.  Penghulu tidak lagi menjadi hakim agama, cukup naib saja yang menjadi nikah, talak dan rujuk dan semuanya dibawah pegawasan belanda. Terkadang mereka yang diangkat tidak tahu soal agama, bahkan ada yang diangkat menjadi anggota Mahkamah Tinggi yang tidak ahli dala lapangan ilmu hukum islam.karena usaha-usaha belanda itu, pendidikan islam lama-kelamaan  menjadi mundur dan makin terdesak oleh pendidikan barat.
            Ketika Van Den Bosch menjadi gubernur jenderal di Jakarta tahun 1831, ia mengeluarka kebijaksanaan bahwa sekolah gereja dianggap  dipoerlukan sebagai sekolah pemerintah Belanda. Departemen yang mengurus pendidikan dan keagamaan menjadi satu. Di setiap daerah keresidenan didirikan satu sekolah agam kristen.
            Van den Capellen tahun 1819 merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk  pribumi agar dapat membantu pemerintahan Belanda. Dalam surat edarannya kepada bupati berisi: “dianggap penting untuk secepatnya mengadakan peraturan pemerintah yang menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis  bagi penduduk pribumi agar agar mereka dapat mentaati undang-undang dan hukum negara.” Dari surat edaran diketahui bahwa belanda menganggap pendidikan agam islam yang di selenggarakan di pondok-pondok pesatren, masjid musallah, dianggap tidak membantu pemerintah Belanda. Para santri dianggap buta huruf latin. Jelasnya madrasah dan pesantren dianggap tidak berguna dan tingkatannya rendah, sehingga disebut sekolah desa. Oleh sebab itu, sekolah-sekolah mendirikan sekolah dasar di tiap kabupaten dimaksudkan untuk menandingi dan menyaingi madrasah, pesantren, dan pengajian di desa itu.
            Kemunduran pendidikan islam sampai puncaknya sebelum tahun 1900 masehi yang meliputi seluruh indonesia. Bahkan pada tahun 1882 belanda membuat badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan isla. Tahun 1952 belanda mengeluarkan peraturan lebih ketat, bahwa tidak semua kiai boleh memberikan pengajaran mengaji. Peraturan itu itu disebebabkan tumbuhnya organisasi pendidikan islam, seperti muhammadiyah, syarikat islam, al-irsyad, nahdatul wathan, dan lain-lain. Tahun 1932 keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan menutuo madrsah dan sekolah yang tidak ada isinnya yang disebut ordonansi sekolah liar. Peraturan ini muncul setelah gerakan nasioanlisme-islamisme pada tahun 1928 berupa sumpah pemuda. Selain itu sekolah kristen yang banyak mendapat kritikan dari rakyat sekitar, juga untuk menjaga dan menghalangi masuknya pelajaran agama disekolah umum yang kebanyakan  muridnya beragama islam, maka pemerintah belanda mengeluarkan peraturan yang disebut “Netral Agama”.
            Jika melihat peraturan-peraturan Belanda yang demikian ketat mengawasi dan menekan aktivitas madrasah dan pesantren di indonesia, seolah-olah pendidikan Islam akan lumpuh. Akan tetapi apa yang kita saksikan adalah sebaliknya.
            Pada tahun 1901 belanda melakukan politik etis, yaitu mendirikan pendidikan rakyat sampai ke desa yang memberikan hah-hak pendidikan pada pribumu dengan tujuan untuk mempersiapkan pegawai-pegawai yang bekerja untuk belanda, juga untuk menghambat pendidikan terdisional. Belanda juga tidak mau mengakui lulusan-lulusan pendidikan tradisional karena mereka dianggap tidak bisa bekerja di pabrik maupun sebagai tenaga birokrat. Di luar dugaan, berdirinya sekolah-sekolah rakyat di desa dimana orang pribumi belajar di sekolah-sekolah belanda justru menjadikan mereka mengemal sistem pendidikan modern: sistem kelas, pemakaian meja, metode belajar modern, dan pengetahuan umum. Mereka juga menjadi mengenal surat kabar dan majalah untuk mengikuti perkembangan zaman. Pandanmgan rasional ini menjadi pendorong untuk mengadakan pembaruan, diantaranya bidang agama dan pendidikan. Maka lahirlah gerakan pembaruan pendidikan Islam.
            Kondisi demikian terjadi juga di Timur tengah ditandai dengan munculnya ide Pan Islamisme yang dirintis oleh jamaluddin al-afghani dimesir dan gerakan salafiyah wahbiyah di hijaz. Oleh karena itu santri-santri indonesia banyak yang belajar kehijaz dan Mesir. Mereka bermukim di Makkah menuntut ilmu bertahun-tahun. Pada waktu itu di makkah ada alim ulama (guru besar) dari indonsia seperti syaikh ahmad khatib Minangkabau, imim Mazhab Syafi’I di masjid al-haram; syaikh nawawi banten, syaikh arsyad al-Banjari, dan lain-lain. Ketika mereka kembali ketanah air  mereka mengajarkan ilmu-ilmu agam dan bahasa arab yang lebih tinggi mutunya dari masa sebelumnya. Dengan demikian berkat usaha mereka ilmu agama semakin tinggi  mutunya dari masa seblumnya. Dengan demikian, berkat usaha mereka ilmu agama semakin tinggi  (luas). Pada masa perubahan itu boleh dikatakan pelajaran agama di indonesia hampir sama dengan mekkah. Perbedaan yang nyata dalam masa perubahan itu (antara tahun 1900-1908) adalah pelajaran ilmu sharaf, nahwu, fiqih, dan tafsir yang dahulu hanya dipelajari satu macam kitab, sekarang dipelajari bermacam kitab.
            Karena pengaruh politik etis pemerintah belanda menetapkan kebijaksanaan pendidikan dan merealisasikannya dalam berbagai program pendidikan dasar untuk warga pribumi. Namun mereka membedakan program tersebut sebagai berikut:
1.      Sekolah dasar kelas satu (De Eerste Klasse School) untuk kalangan para pemuka, tokoh-tokoh, dan orang-orang terhormat bumi putra.
2.      Sekolah dasar kelas dua (De Tweede Klasse School) untuk anak-anak bumi putra biasa[1].
            Semua itu bertujuan untuk mempersiapkan pegawai-pegawai yang bekerja untuk belanda, selain tentunya untukmenghambat sistem pendidikan tradisional yang para tokoh, guru serta ulamanya  sedang mengembangkan pendidikan islam indonesia. Bahkan, Belanda juga tidak mengakui lulusan pendidikan tradisional. Mereka tidak bisa bekerja kepada Belanda sebagai pekerja di pabrik atau tenaga birokrat karean buta huruf latin.
            Kehadiran sekolah-sekolah belanda ini mendapat kecaman sengit kaum ulama dan santri karena pendidikan itu menjadi alat penetrasi kebudayaan barat yang akam melahirkan intelektual pribumi sekuler dan menjadikan umat islam jauh dari agamanya. Oleh sebab itu, lahirlah gerakan pembaruan pendidikan islam yang natinya akan membawa kemajuan pendidikan islam indonesia ketaraf yang lebih baik. Sebnarnya kesadaran ini juga akibat terpengaruh oleh ide-ide pan Islamisme dan reformasi di mesir ketika beberapa pelajar indonesia menuntut ilmu agama disana. Itulah sebabnya kenapa kemudian para pembaru islam mengadopsi pendidikan kolonial, padahal sebelumnya mengecam.
            Dengan demikian pembaruan pendidikan indonesia sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda. Hal ini di tandai dengan berdirinya organisasi islam seperti (sumatra Tahwalib, Jamiatul khair, Al-irsyad, Muhammadiyah, PUI, persis) yang mendirikan sekolah-sekolah islam, dmana sistem pengajarannya tidak lagi di surau dengan sistem tradisional melainkan sudah menggunakan sistem kalsikal dengan kurikulm pelajaran agama dan pengetahuan umum, walaupun kondisinya masih sederhana.
b.          Pendidikan Zaman Jepang
              Jepang menjajah Indonesia setelah mengalahkan Belanda dalam perang Dunia II pada tahun 1942 dengan semboyang Asia Timur Raya atau Asia untuk Asia.



            Pada masa awalnya pemerintah jepang seakan-akan membela kepentingan islam sebagai siasat untuk memenangkan perang. Untuk menarik dukungan rakyat indonesia, pemerintah Jepang membolehkan didirikannya sekolah-sekolah Agama dan pesantren-pesantren yang terbebas dari pengawasan Jepang.
1.      Kantor urusan Agama yang pada zaman Belandadisebut kantor Voor Islamistishe Saken yang dipimpin oleh orientalis Belanda diubah menjadi sumubu yang dipimpin ulama Islam, yaitu K.H. Hasyim dari Jombang dan di daerah-daerah disebut Sumuka.
2.      Pondok pesantren yang besar-besar mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar jepang.
3.      Sekolah-sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti/agama
4.      Membentuk barisan Hisbullah yang memberi latihan dasar kemiliteran pemuda islam (santri-santri) dipimpin oleh K.H. Zainul Arifin.
5.      Jepang mengisinkan berdirinya Sekolah Timggi Islam dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Musakkir, dan Bung Hatta.
6.      Ulama islam bekerja sam dengan pimpinan nasionalis membentuk Barisan Pembela tanah air (PETA).
7.      Umat islam mendirikan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)[2].
            Maksud dari pemerintah Jepang adalah agar kekuatan umat Islam dan nasionalis bias diarahkan untuk kepentingan memenangkan perang yan dipimpin jepang.
            Pada masa pemerintahan Jepang, sekolah dasar dijadikan satu macam yaitu sekolahdasar enam tahun. Sebenarnaya Jepang mengadakan penyerangan ini untuk memudahkan pengawasan, baik dalam isi maupun penyelenggaraanya. Ternyata kemudian menguntungkan bagi kita, terutama bila dilihat dari segi pendidikan itu sendiri, yaitu menghapuskan diskriminasi. System pengajaran dan sturktur kurikulum ditunjukkan untuk keperluan Perang Asia Timur Raya.
            Selain itu, Jepang juga mengadakan latihan bagi guru-guru di Jakarta mengindoktrinisasi mereka dalam hakko iciu (kemakmuran bersama). Para peserta latihan diambil dari tiap-tiap daerah kabupaten. Sezsudah selesai latihan mereka harus kembali ke daerah masing-masing, mengadakan latihan untuk meneruskan hasil nyang mereka peroleh.
            Guru-guru yang dilatih diindoktrinisasi dimulai bulan juni 1942 di Jakarta. Mata prlajaran meliputi pendidikan semangat, bahasa, adat-istiadat, lagu-lagu jepang, olahraga, pendidikan tentang dasar-dasar pertahanan, dan sebagainnya. Apabila telah selesai pulang kedaerahnya masing-masing untuk melatih guru-guru yang lain, sehingga menjadi propaganda Jepang. Kedudukan golongan pendidik pada masa Jepang mendapat tempat yang baik dalam lingkungan masyarakat.
            Demikian sekolah-sekolah pada zaman militer jepang umumnya bmengalami kemunduran. Namun, masalah yang paling penting pada sekolah-sekolah itu (1942-1945) adalah nasionalisasi,bahasa pengantar, serta pembentukan kader-kader muda untuk tugas berat dimasa mendatang.
           




B.     Pendidikan Zaman Kemerdekaan
              Setelah merdeka, pendidikan islam mulai mendapat kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional. Di Sumatra, Mahmud yunus sebagai pemeriksa agama pada kantor pengajaran mengusulkan kapada kepala pengajaran agar pendidikan agama di sekolah-sekolah pemerintah ditetapkan dengan resmi dan guru-guru digaji seperti guru umum dan usuul pun diterima[3]. Selain itu pendidikan pendidikan agam di sekolah juga mendapat tempat yang teratur, seksama, dan penuh perhatian. Madrasah dan pesantren juga mendapat perhatian. Untuk itu dibentuk Departemen Agama pada tanggal 3 deesember 1946 yang bertugas mengurus penyelenggaraan pendidikan agama disekolah umum dan madrasah serta pesantren-pesantren.



              Pendidikan islam setahap demi setahap dimajukan. Istilah pesantren yang dulu hanya mengajar agama di surau dan menolak modernitas pada zaman kolonial, sudah mulai beadaptasi dengan tuntutan zaman. Bahkan, kini pesantren ikut mendrikan madrasah dan sekolah umum, sehingga pemuda islam diberi banyak pilihan. Upaya ini merupakan usaha untuk menata diri ditengah-tengah realitas sosial modern dan kompleks. Pesantren juga telah lebih berkembang dengan berdirinya perguruan tinggi Islam.
              Sekolah agama, termasuk madrasah, di teteapkan sebagai model dan sumber pendidikan nasional yang berdasarkan Undang-undang Dasar 1945. Eksistensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan nasional di tuangkan dalam undang-undang Pokok pendidikan pengajaran nomor 4 Tahun 1950, bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri agama di angggap telsh memenuhi kewajiaban balajar.
              Pada tahun 1958 pemerintah terdorong untuk mendirikan Madrasa Negeri dengan ketentuan kurikulum 30% pelajaran Agama dan 70% pelajaran umum. Sistem pembelja ranaanya sama dengan sekolah-sekolah umum dengan penjewnjangan sebagai berikut.
a.       Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN) setinggkat SD lama belajar enam tahun
b.      Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) setingkat SMP lama belajar tiga tahun
c.       Madrasahb Aliyah Negeri (MAN) setingkat SMA lama belajar tiga tahun
        Pada tahun 1975 di keluarkan SKB di mana Madrasyah dai harapkan memperoloeh posisi yang sama dengan sekolah-sekolah umum dengan sistem pendidikan, sehingga lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum.
        Pada tahun 1984 di keluarkan SKB yang merupan tindak lanjut dari SKB 1975, yaitu tentang pembukuan kurikulum sekolah umum dan sekolah madrasyah. Dengan SKB itu di sebutkan bahwa madrasah memilikki persamaan sepenuhnya dengan sekolah umum dalam mencapai cita-cita pendidikan nasional dan madrasah di harapkan dapat berperang sama dengan sekolah umum dalam memenuhi tuntutan masyarakat.


        Perkembangan pendidikan islam  terus di tingkatkan. Tuntutan untuk medirikan perguruan tinggi juga meningkatkan. Sebelum kemerdekaan sebenarnya di minang kabau sudah berdiri perguruan tinggi pertama, yaitu sekolah islam tinggi di dirikan oleh persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI) di pandang. Di jakarta didirikan STI  ( Sekolah tinggi islam ) pada juli 1945 oleh beberapa pemimimpin Islam, yaitu Hatta dan M Natsir, pemimpin STI di percayakan kepada K.H. Kahar Muzakkir[4]. Karena pergorokan kemerdekaan STI di pindahkan ke Jogjakartadan pada tanggal 22 Maret 1945 STI berubah menjadi UUI (universitas islam Indonesia). Sekolah kemerdekaan di yokyah juga di buka UGM (Universitas Gadjah Mada). Pemerintah menawatkan untuk menegerikan UUI dan UGM. UII menerimah dengan syarat di bawah naungan Depertemen Agama. Akhirnya hanya satu fakultas yang di negerikan, yaitu Fakultas Agama. Fakultas Agama UII berubah menjadi PETAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam negeri). Di jakarta di buka ADIA ( akademi dinas ilmu agama ) terdiri dari dua tingkat yaitu tingkat semi akademi tiga tahun dan tingkat akademi dua tahun. Pada bulan Mei 1960  dep[ertemen agama menggabungkan PTAIN dengan ADIA menjadi IAIN yaitu berkedudukan di yogya dan bercabang di jakarta. Di bandah aceh pada waktu A. hasyimy menjadi gubernur Aceh  juga didirikan fakultas agama negeri. Tahun 1960 FAIN di ubah menjadi syariah banda aceh yang merupakan cabang IAIN yogyakarta[5] . setelah beberapah athun depetemen agamah memeisahkan IAIN menjadi dua yang masing-masing berdiri sendiri . yaitu IAIN yogyah dan IAIN jakarta
         IAIN bertambah pesat dan melahirkan cabang-canbangnya di berbagai wilayah di tambah dengan bertumbuhnya perguruan tinggi swasta, di antaranya UNJ, UM, UNISBAH, UNISMA, pendidikan islam mengalami kemajuan dengan mengiringi  modernitas. Terakhir pada tahun 2002, IAIN Syarif Hidayah Tullah berubah menjadi UIN ( universitas islam negeri ) Syarif hidayah tullah yang di dalamnya menyelengarakan pendidikan selain fakultas-fakultas Agama  ( fakulta tarbiyah dan Keguruan, fakultas adab dan Ilmu Humoniorah, fakultas usuluddin dan Filasat, fakultas syariah dan Hukum,fakultas dakwa dan Komunikasi ), juga membuka Fakultas pisikolog, fakultas dirasah islamiyah, fakultas ekonomi dan sosial, fakultas dan sain dan Teknologi, dan program Pasca Sarjana di samping itu sedang di rancang pendirian fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan 




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Jadi kesimpulan dari makalah kami yaitu ada Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia yang sangat signifikan di mulai dri zaman kerjaan, zaman penjajahan, zaman kemerdekaan.
B.     Saran
1.      Perlu dilakukan observasi tempat-tempat bersejarah
2.      Perlu ditingkatkan pembahasan tetang Alquran dan hadis menurut salafusoleh
dalam perkuliahan.












DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, (Ed.), Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1987
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers,2010
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Hidakarya, 1985.
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: 1995


[1] Ary Gunawan, Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: BiraAksar, 1986), hlm.13.
[2] Neurozzaman Siddiqi, Op. Citt., hlm. 117
[3] Mahmud Yunus, Op, Cit., hlm 125
[4] A. Hasymy, Mengapa Umat Islam Mempertahankan Pendidikan Agama Islam,(Jakarta, 1979), hlm 331
[5] Ibid., hlm 34-35

1 comment:

silakan komentar