Macam - Macam Tauhid Dan Faedahnya
Segala puji bagi Allah, shalawat dan
salam tercurah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, keluarganya,
para shahabatnya dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir
zaman.
Sesungguhnya Allah telah mengutus
para Nabi dan Rasul untuk mendakwahkan tauhid. Allah mengutus mereka
untuk mengajak manusia beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun. Allah Ta’ala berfirman
“Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang
telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (Rasul-Rasul)”
(Q.S. An-Nahl : 36)
الطَّاغُوتَ, bermakna syaithan
yang mengajak beribadah selain kepada Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda, “Semua Nabi adalah bersaudara dan agama mereka adalah
satu” (Mutafaqqun ‘Alaih). Maksud dari agama mereka adalah satu ialah agama
yang bertauhid, tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.
Macam-Macam Tauhid
1. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala perbuatan-Nya,
seperti menciptakan dan mengatur alam semesta, menghidupkan dan mematikan,
mendatangkan bahaya dan manfaat, memberi rizqi dan semisalnya. Allah Ta’ala
berfirman
“Segala puji bagi Allah, Rabb
semesta alam” (Q.S. Al-Fatihah : 1)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda, “Engkau adalah Rabb di langit dan di bumi” (Mutafaqqun
‘Alaih)
2. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam ibadah, seperti
berdoa, bernadzar, berkurban, shalat, puasa, zakat, haji dan semisalnya. Allah Ta’ala
berfirman
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha
Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Baqarah : 163)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda, “Maka hendaklah apa yang kamu dakwahkan kepada mereka
pertama kali adalah syahadat bahwa tiada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali
Allah” (Mutafaqqun ‘Alaih). Dalam riwayat Imam Bukhari, “Sampai
mereka mentauhidkan Allah”.
3. Tauhid Asma’ Was Shifat
Tauhid Asma’ as Shifat adalah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai
dengan apa yang telah disifati oleh Allah untuk diri-Nya di dalam Al-Quran
atau yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
di dalam As-Sunnah yang shahih tanpa takwil (menyelewengkan makna), tanpa
tafwidh (menyerahkan makna), tanpa tamtsil (menyamakan dengan makhluk) dan
tanpa ta’thil.[1]
Allah Ta’ala berfirman
“Tidak ada sesuatu pun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S.
Asy-Syuura : 11)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda, “Allah tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada
setiap malam” (Mutafaqqun ‘Alaih). Di sini turunnya Allah tidak sama
dengan turunnya makhluk-Nya, namun turunnya Allah sesuai dengan kebesaran dan
keagungan dzat Allah. Ahlussunnah hanya mengimani bahwa Allah memang turun
ke langit dunia. Tapi tidak membahas hakikat bagaimana Allah turun apalagi
menyamakan turunnya Allah dengan turunnya makhluk.
Faedah Tauhid
Beberapa faedah dari tauhid adalah
engkau beriman adanya adzab pada hari akhir (kiamat), mendapat hidayah
di dunia, menjadi sebab terhapusnya dosa dan masih banyak lagi. Allah Ta’ala
berfirman
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampur adukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah
orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk” (Q.S. Al-An’am : 82)
بِظُلْمٍ, yaitu syirik
(menyekutukan Allah)
Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda, “Hak hamba atas Allah
adalah seorang hamba tidak akan diadzab apabila ia tidak menyekutukan Allah
dengan sesuatu apa pun” (Mutafaqqun ‘Alaih).
Dapat kita simpulkan bahwa, jika
seseorang telah mentauhidkan Allah secara rububiyah, maka hal ini
berkonsekuensi seorang hamba harus mentauhidkan Allah dalam uluhiyah. Artinya
apabila seseorang meyakini bahwa Allah lah yang menciptakannya, mengatur alam
semesta dan memberinya rizqi, maka selayaknya ia hanya beribadah kepada Allah
semata tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Karena dakwah yang paling utama dan
paling mulia adalah dakwah tauhid. Seperti perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah
“Tauhid adalah kunci pembuka dakwah para Rasul”. Kemudian beliau
menyebutkan tentang hadits Mu’adz bin Jabal yang diutus untuk mendakwahkan
tauhid”.[2]
Jadi, sudah seharusnya seorang hamba
mendahulukan hak Allah di atas hak siapa pun. Karena seorang hamba telah
mengetahui siapa yang menciptakannya dan untuk apa ia diciptakan. Imam
an-Nawawi rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam telah mengingatkan bahwasanya cabang-cabang keimanan lainnya tidak akan
sah dan tidak diterima kecuali setelah sahnya cabang yang paling utama ini
(tauhid)”.
Segala puji bagi Allah. Maha Suci
Engkau, ya Allah, aku memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang
berhak diibadahi dengan benar selain Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat
kepada-Mu.
Disarikan dari kitab “Khudz
Aqidataka minal Kitabi was Sunnah Ash-Shahihah”, oleh Muhammad bin Jamil
Zainu dan tambahan seperlunya dari sumber lainnya
Diselesaikan pada hujan di siang
hari, Wisma Misfallah Thalabul ‘Ilmi, Yogyakarta
09 Jumadits Tsani 1431 H, 23 Mei
2010 M
Wiwit Hardi Priyanto (Abul Aswad)
Sumber : http://aboeaswad.wordpress.com/
[1] Mengingkari apa yang diwajibkan
Allah ta’ala dari nama dan sifat-Nya, atau mengingkari sebagian nama dan
sifat-Nya [Kitab Tahdzib Tashil Al-Aqidah Al-Islamiyah, hal.55 karya Syaikh
Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Jibrin]
[2] Disadur secara ringkas dari Sittu Durar min
Ushuul Ahlil Atsar (hal. 16-20, 22, 23) oleh ‘Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani,
cet. Maktabah al-‘Umarain al-‘Ilmiyyah, th. 1420 H, at-Tauhiid Awwalan yaa
Du’aatal Islam oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany, cet. II-Maktabah
al-Ma’arif-th. 1422 H, al-‘Aqiidah Awwalan lau Kaanu Ya’lamuun oleh Dr. ‘Abdul
Aziz al-Qaari’, cet. II-th. 1406 H, Manhajul Anbiyaa’ fid Da’wah ilallaah
fiihil Hikmah wal ‘Aql oleh Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, [melalui
situs almanhaj.or.id]
No comments:
Post a Comment
silakan komentar