Ketika itu ana kuliah di Mahad Al Biir Universitas Muhammadiyah Makassar, tahun lalu (2015) mengadakan Muktamar di Makassar sekaligus merayakan se-abad (100 tahun) umurnya. ketika berlangsung acara Muktamar, kuliah pun secara otomatis diliburkan. Ana pun ikut melihat keramaian dan semarak Muktamar Muhammadiyah merupakan ormas terbesar di negeri ini. Ana bersama teman ikut melihat pameran dan diskusi buku yang diadakan panitia Muktamar.
Muhammadiyah yang lahir tahun 1912 di Jogja ini, telah ana dengar sempak terjangnya. Bila melihat kebelakang yang ana pernah baca dan dengar lalu membandingkannya. Sekarang Muhammadiyah mengalami perubahan yang signifikan. Usia se-abad ini (1330 -1428 H atau 1912-2016 M), menurut Abdul Munir Mulkan, Muhammadiyah dalam perkembangannya terbagi tiga priode : periode pertama periode pembentukan dasar gerakan masa kepemimpinan Kiai Ahmad Dahlan sampai wafat tahun 1923. Periode kedua sebagai periode pewarisan antara tahun 1923-1990 selanjutnya periode ketiga yang disebut periode penegasan jati diri Muhammadiyah antara tahun 1990-2000an.
Menurut Jainuri, gerakan Islam pada awal abad ke-20 di Indonesia, Muhammadiyah dan Syarikat Islam (SI) yang mengklaim diri pada misi yang bersifat umum dan tidak bermazhab pada orientasi ideologi keagamaan tertentu. Dalam statutanya kedua gerakan ini menyatakan bahwan tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas keagamaan kaum muslimin. Al Irsyad dalam statutanya -berbeda dengan Muhammadiyah dan SI- mengklaim diri bahwa misinya adalah untuk menyosialisasikan ide tentang "reformasi" Islam. Sementara itu Persatuan Islam (PERSIS), seperti kata Muh Isa Anshari, pemimpin PERSIS dekade 1950an, secara tegas mengklaim PERSIS sebagai gerakan revolusioner radikal. Dengan berdirinya NU tahun 1926, hanya 2 tahun 3 bulan sejak lahirnya PERSIS, aspirasi kaum tradisionalis terakomodir dalam organisasi baru ini. Statuta gerakaan ini secara eksplisit mengklaim bahwa NU berdasarkan pada dokrin Ahlu Sunnah Wal Jammah dan "berkiblat" pada mazhab Imam Syafii serta mempertahankan tradisi lokal. Di awal dekade 1920 an terjadi ketegangan antar kelompok baik reformis maupun tradisional, lalu "mendingin" melalui diskusi antara kelompok.
Khusus Muhammadiyah di kenal dengan gerakan pembaharuannya yang pada periode pertengahan sampai sekarang disebut gerakan tajdid (pembaharuan). Gerakan untuk memurnikan Islam di Indonesia dari praktek-praktek takhayul, bid'ah, khurafat, taqliq, kemusyirikan, dan intervensi budaya lokal yang tidak Islami. bila dilihat dari sisi global gerakan ini sangat dipengaruhi oleh gagasan modern dan reformasi pembaharu dari Mesir, Muhammad Abduh (1849-1905).
Dalam perkembangannya Muhammadiyah merumuskan tajdidnya guna menjawab ragam persoalan kaum muslimin ketika itu. Secara khusus pada Muktamar tahun 1989 (wah.. ana baru lahir) merumuskan tajdid Muhammadiyah yang nantinya akan di kenal istilah "modernisasi" dimana rumusan tersebut telah dikembangkan untuk menjawab perubahan kehidupan masyarakat. Muhammadiyah pun diakui -atau mengklaim sendiri- sebagai gerakan puritan, modernis, salafi, dan sosial-politis sekaligus. Ini sesuai pendapat/istilah Alfian, bahwa Muhammadiyah memiliki peran dalam tiga ranah yaitu gerakan pembaharu, gerakan perubahan sosial, sekaligus politik.
Kini perjalanan waktu terus berjalan dinamika masyarakat terus bergejolak. Muhammadiyah harus menghadapi badai ujian baik di luar maupun dari dalam. terkhusus dari dalam, sejak akhir tahun 1980-an mulai banyak aktivis gerakan ini berlatar belakang pendidikan tinggi moderen bergelar doktor berbagai bidang iptek, yang bukan hanya menguasai ilmu ke-Islam-an yang selama ini menjadi konsentrasi utama IAIN (UIN). Tak hanya lulusan dari dalam negeri yang menguasai ilmu bidang yang sering disebut sekuler (teknik, biologi, ekonomi, dll) tapi juga banyak lulusan dari dalam negeri terutama Eropa, Amerika, dan Australia serta banyak pula yang menyandang guru besar.
Walaupun Muhammadiyah tetap kukuh pada khittahnya sebagai gerakan tajdid dan sosial, tidak sedikit yang aktif di politik. Para aktivis Muhammadiyah yang terjun di bidang politik tidak hanya aktif dalam partai politik idiologi atau basis Islam, tapi ada juga aktif dari partai politik berbasis sekuler dan nasional. belakangan telah muncul anak-anak muda Muhammadiyah yang mulai kritis terhadap tradisi Islam dan peradaban. mereka sering kali di beri label sebagai kelompok liberal yang cukup mengundang perdebatan dan sikap pro dan kontra. banyak diantara mereka bergelar master dan sedang menempuh pendidikan doktor di dalam dan luar negeri.
Secara khusus pula tantangan dari luar, Muhammadiyah kurang -bahkan tidak sama sekali- merespon konflik di dunia Islam seperti isu Palestina dan Suriah yang saat ini terjadi konflik berdarah. justru dari luar organisasi Muhammadiyah telah merespon dan melakukan perlawanan ke dzaliman di Palestina dan negara-negara Islam lainnya. Muhammadiyah terlihat lebih memilih kiprah di "rumah sendiri" ketimbang di luar "rumah".
Memang begitulah pengaruh dari ujian dan tantangan dari Allah untuk Muhammadiyah yang telah berumur se-abad ini. dinamika ini, sedikit banyak mengubah pola alur gerakan Muhammadiyah dalam merespon dinamika perubahan baik dari dalam maupun dari luar. Terkadang Muhammadiyah tertinggal, terkadang pula larut dalam dinamika tersebut. yang terlihat sekarang, Muhammadiyah larut dalam berbagai setting perubahan yang di dendangkan dan di tabuh pihak lain. Karakteristik dan roh Muhammadiyah yang sesungguhnya menjadi luntur dalam dinamika perubahan tersebut.
Tapi ujian bagi Muhammadiyah terus berlangsung sampai hari ini. banyak masalah di berbagai bidang yang belum terjawab oleh Muhammadiyah. Maka tugas pertama bagaimana menyelesaikan berbagai masalah dari dalam lalu menyelesaikan masalah yang di luar. Serta Muhammadiyah harus bersatu dengan ormas-ormas Islam lain, guna menyambut kebangkitan Islam di depan mata.
wallahualam
Bogor, 28 Desember 2016
No comments:
Post a Comment
silakan komentar