Pages

Saturday, 11 August 2018

MENGISI KULIAH PERDANA PONDOK INFORMATIKA DAN GENERASI RABBANI




MENGISI KULIAH PERDANA PONDOK INFORMATIKA DAN GENERASI RABBANI

Ceritanya ana sudah mendengar pondok informatika mengadakan kuliah perdana setelah menyeleksi dan menerima mahasantri baru. Menjelang malamnya (besok acaranya) ana di hubungi ikhwa pengurus pusat LIDMI, ada apa gerangan?

Ternyata yang seharusnya mengisi kuliah perdana pondok informatika itu di masjid Ali hizam adalah Ust Ir Muh. Taufan Djafri, Lc., M.H.I (Dosen STIBA dan Pembina Pondok informatika) berhalangan hadir. Maka ana pun di hubungi untuk menggantian beliau. Awalnya ana menolak dan mencari ustaz yang lebih layak menggantikan beliau. Namun setelah beberapa lama panitia belum mendapat penggantinya. Jadinya ana harus menggantian beliau untuk mengisi kuliah perdana tersebut. Barakallahufikum
Malam itu segera mempersiapan materi yang akan di kuliahkan. Temanya generasi IT rabbani. Maka mengklik google untuk mencari materi tersebut. Alhamdulillah dapat beberapa materi artikel di web Islam.

Menyongsong Generasi Rabbani

Banyak dntara kita yang kadang menyebut atau mendengar kata “rabbani” baik disandingkan dengan ulama, dai ataupun suatu generasi tertentu. Namun pada hakikatnya tidak sedikit juga diantara kita yang sebenarnya masih merasa samar atau bahkan belum tahu tentang makna yang tersirat dari kata “rabbani” ini.
Ketidaktahuan atau bahkan kekurangpahaman akan makna kata “rabbani” ini sangat fatal akibatnya bagi umat islam. Karena menyandangkan kata ini bukan pada tempatnya, atau bukan pada orang yang berhak mendapatkan gelar ini, merupakan sebuah kezaliman dan penipuan terhadap umat islam, bahkan terhadap umat manusia. Sebab derajat “rabbani” adalah sebuah gelar yang tidak sembarang bisa ditujukan pada siapa saja, bahkan banyak ulama yang tidak sampai pada tingkat ini. Tengok saja, Siyar Al-A’laam Al-Nubalaa karya Imam Al-Dzahabi, dari ribuan ulama dan tokoh-tokoh besar yang disebutkan oleh beliau dalam kitab ini, hanya sekitar 40-an ulama yang beliau sebut dengan julukan Al-Rabbani !!.
Derajat “rabbani” adalah sebuah derajat yang lebih tinggi dari sekedar derajat ulama, atau generasi ilmu tertentu. Ini bukan berarti kita tidak boleh mengambil ilmu dari para ulama yang belum sampai pada derajat ini, atau tidak boleh bekerjasama dan bergabung dengan generasi yang belum sampai pada derajat ini, namun seorang muslim khususnya calon ulama dan duat, hendaknya berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mengambil ilmu dari ulama atau bergabung dengan generasi yang memiliki ciri-ciri “rabbani” yang akan disebutkan pada pembahasan ini. Lalu siapakah generasi Rabbani –atau bahkan ulama rabbani- yang dinanti kehadirannya dalam tubuh umat ini ? Selamat membaca.



Makna Rabbani
Rabbani adalah sifat yang mengumpulkan antara kapasitas ilmu, pembuktian amal, dan pengajaran ilmu (pengkaderan). Demikian ungkapan Al-Azhari, Imam Ahli Bahasa Arab (wafat 370 H) dalam Kitabnya Tahdzib Al-Lughah (14/225). Tiga komponen ini merupakan syarat mutlak yang harus ada dalam diri suatu ulama ataupun generasi yang mencapai derajat “rabbani”. Bahkan setiap poin dari ketiganya memiliki konsekuensi tersendiri yang apabila tidak tercapai maka sifat “rabbani” belum bisa disandarkan pada suatu generasi atau ulama.
1.    Kapasitas ilmu : Generasi Rabbani harus memiliki kapasitas ilmu yang cukup dan kwalitas ilmu yang shahih…meniti diatas manhaj salaf, dan kokoh diatas manhaj ahli sunnah… Makna inilah yang seringkali disebutkan oleh para salaf dalam ungkapan mereka : Rabbaniyyun adalah para ahli fiqh (ulama) yang memiliki sifat hikmah (bijak dan adil). Diantara mereka juga ada yang menafsirkannya : ulama yang bertaqwa. (lihat Tafsir Al-Thabari : 6/541 dan setelahnya).
2.    Pembuktian amalan : dengan melakukan amalan shalih, menyebarkan dakwah, serta pembaharuan baik dari sisi agama, maupun dunia dan seluruh bidang kehidupan dengan secara teratur dan terorganisir. Tidak dinamakan “rabbani” kalau hanya fokus pada agama dan hanya selalu menjaga keshalihan pribadi, dan tidak melakukan pengorbanan untuk melakukan ishlah pada bidang agama, sosial, ekonomi, politik dll. Imam Al-Thabari (wafat : 310 H) berkata -setelah menyebutkan pendapat ulama tentang makna Rabbani- : “Pendapat yang paling benar menurutku adalah bahwasanya Rabbaniyyun merupakan jamak dari kata ‘rabbani’ yang dinisbatkan dengan ‘al-rabbani’, yang berarti orang yang mentarbiyah (mengkader) manusia, dan yang senantiasa memperhatikan dan memberikan solusi atas seluruh bidang kehidupan mereka… bersamaan dengan sifat ini, ia juga merupakan seorang ahli fiqh (ulama) dan hikmah dari kalangan mushlihin, selalu memperhatikan semua bidang kehidupan manusia, dengan mengajarkan mereka kebaikan (ilmu), dan menyeru mereka kepada maslahat kehidupan mereka…”. Beliau juga berkata: “Rabbaniyyun adalah orang-orang yang menjadi sandaran manusia pada masalah fiqih, ilmu, dan mencakup perkara agama dan perkara dunia, … dan makna Rabbani adalah orang yang mengumpulkan antara ilmu dan fiqh serta pengetahuan tentang masalah siyasah (pengaturan), tadbir (pengorganisasian), dan memperhatikan problem-problem penduduk, dan perbaikan kehidupan mereka baik dari segi dunia maupun agama” (Tafsir Ibnu Jarir : 6/544-545).

Dari ungkapan ini, begitu jelas bahwa derajat “rabbani” adalah yang mengaplikasikan firman Allah ta’ala :
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً”
Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan”. QS. Al-Baqarah (2): 208.
Tidak hanya memfokuskan kehidupan, dakwah, dan perhatian mereka pada bidang ilmu /amalan agama tertentu, namun merata keseluruh bidang ilmu dan amal-amal islam, bahkan keseluruh bidang kehidupan duniawi.

3.    Pengajaran ilmu dan tarbiyah (pengkaderan). Makna ini disebutkan oleh sebagian salaf termasuk Ibnu Abbas sebagaimana dalam Shahih Bukhari.. Bahwa Rabbani : “Ta’lim An-Naas shigharal’ilmi qabla kibaarihi” (orang yang mengajarkan manusia dari ilmu yang ringan sebelum ilmu yang berat). Dalam Fathul-Bari (1/121) Ibnu Hajar (wafat : 852) berkata bahwa makna ungkapan ini adalah : mengajarkan ilmu pada manusia secara tadarruj (baca : bermarhalah).
Al-Azhari (wafat : 370 H) dalam kitabnya Tahdzib Al-Lughah (14/225) setelah menyebut definisi rabbani ini, beliau berkata: “Barangsiapa yang dalam dirinya kehilangan satu saja dari tiga poin ini maka ia tidak bisa disebut sebagai rabbani”. Jadi, seseorang/generasi/kelompok disebut Rabbani jika menggabungkan tiga ini secara sempurna. Sebab itu, tidak heran bila Imam Mujahid rahimahullah menyatakan bahwa derajat orang-orang rabbani berada diatas para ahbaar (para ulama). (lihat : Tafsir Al-Thabari : 6/542).



Karakteristik Generasi Rabbani
Karakteristik generasi –sebagaimana yang tersebut diatas- adalah :
1.Menggabungkan tiga sifat mulia ; yaitu meraih dan menuntut ilmu yang shahih –sesuai manhaj salaf- dengan kesungguhan, mengamalkan ilmu hingga mencapai derajat hikmah dan taqwa, dan mengajarkannya pada orang lain sebagai ulama. dai dan murabbi.
2.Menggabungkan antara ilmu, dakwah dan ishlah/perbaikan segala bidang kehidupan masyarakat, dan umat islam, sebagaimana dalam ucapan Imam Al-Thabari.
3.Memiliki qudrah (kemampuan) untuk memimpin, dan mengorganisir umat serta menyelesaikan problem yang mereka hadapi baik problem agama maupun duniawi. Dalam ungkapan salaf yang sangat popular : “Bukan termasuk golongan kami, orang yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin”, Urusan ini mencakup makna umum –agama dan duniawi-.
4.Bisa menggabungkan dan membagi porsi antara ilmu, dan pergerakan/ishlah peradaban umat islam dalam berbagai kehidupan. Tuntutan ilmu dan penyebarannya, tidak menjadikan mereka hanya fokus pada ilmu, ilmu dan ilmu, sebaliknya pergerakan dakwah dan perbaikan mereka terhadap umat islam dan peradabannya, tidak menjadikan mereka melepas jubah dan pakaian keilmuan mereka.
5.Meletakkan metode belajar, pengajaran, dan pengkaderan secara tadarruj (ber-marhalah). Artinya belajar atau mengajarkan orang lain dari dasar-dasar ilmu terlebih dahulu sebelum masuk pada bagian ilmu yang lebih rumit dan sulit. Sebagaimana konsekuensi dari ucapan Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu diatas. Mustahil seseorang bisa menjadi ulama, duat, ustadz yang sukses apalagi derajat rabbani bila tidak meletakkan manhaj/metode tadarruj/maraahil dalam halaqah ilmu dan tarbiyah…Dan ini merupakan sunnahnya para salaf dan khalaf (ulama belakangan) dalam proses ta’lim dan tarbiyah. Bahkan setiap bidang ilmu dalam ilmu-ilmu islam sudah diletakkan didalamnya maraahil (tingkatan) dalam menuntutnya.
Terakhir… Sudahkah tiga karakteristik generasi rabbani ini ada pada diri generasi masa kini ??
Kita berharap agar Generasi Rabbani ini hadir ditengah-tengah umat islam dengan membawa solusi bagi semua problem umat baik problem agamis ataupun duniawi sebagaimana ucapan Imam Al-Thabari. Wallaahu a’lam.
Oleh Maula La Eda, L.c (Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Madinah)



INI VIDEO DOKUMENTERNYA

No comments:

Post a Comment

silakan komentar