MENGISI
KULIAH PERDANA PONDOK INFORMATIKA DAN GENERASI RABBANI
Ceritanya ana
sudah mendengar pondok informatika mengadakan kuliah perdana setelah menyeleksi
dan menerima mahasantri baru. Menjelang malamnya (besok acaranya) ana di
hubungi ikhwa pengurus pusat LIDMI, ada apa gerangan?
Ternyata yang seharusnya mengisi
kuliah perdana pondok informatika itu
di masjid Ali hizam adalah Ust Ir Muh. Taufan Djafri, Lc., M.H.I (Dosen STIBA dan
Pembina Pondok informatika) berhalangan hadir. Maka ana pun di hubungi untuk menggantian
beliau. Awalnya ana menolak dan mencari ustaz yang lebih layak menggantikan
beliau. Namun setelah beberapa lama panitia belum mendapat penggantinya. Jadinya
ana harus menggantian beliau untuk mengisi kuliah perdana tersebut. Barakallahufikum
Malam itu segera mempersiapan materi yang
akan di kuliahkan. Temanya generasi IT rabbani. Maka mengklik google untuk
mencari materi tersebut. Alhamdulillah dapat beberapa materi artikel di web
Islam.
Menyongsong
Generasi Rabbani
Banyak dntara kita yang kadang menyebut atau mendengar kata
“rabbani” baik disandingkan dengan ulama, dai ataupun suatu generasi tertentu.
Namun pada hakikatnya tidak sedikit juga diantara kita yang sebenarnya masih
merasa samar atau bahkan belum tahu tentang makna yang tersirat dari kata
“rabbani” ini.
Ketidaktahuan atau bahkan kekurangpahaman akan makna kata
“rabbani” ini sangat fatal akibatnya bagi umat islam. Karena menyandangkan kata
ini bukan pada tempatnya, atau bukan pada orang yang berhak mendapatkan gelar
ini, merupakan sebuah kezaliman dan penipuan terhadap umat islam, bahkan
terhadap umat manusia. Sebab derajat “rabbani” adalah sebuah gelar yang tidak
sembarang bisa ditujukan pada siapa saja, bahkan banyak ulama yang tidak sampai
pada tingkat ini. Tengok saja, Siyar Al-A’laam Al-Nubalaa karya Imam
Al-Dzahabi, dari ribuan ulama dan tokoh-tokoh besar yang disebutkan oleh beliau
dalam kitab ini, hanya sekitar 40-an ulama yang beliau sebut dengan julukan
Al-Rabbani !!.
Derajat “rabbani” adalah sebuah derajat yang lebih tinggi dari
sekedar derajat ulama, atau generasi ilmu tertentu. Ini bukan berarti kita
tidak boleh mengambil ilmu dari para ulama yang belum sampai pada derajat ini,
atau tidak boleh bekerjasama dan bergabung dengan generasi yang belum sampai
pada derajat ini, namun seorang muslim khususnya calon ulama dan duat,
hendaknya berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mengambil ilmu dari ulama atau
bergabung dengan generasi yang memiliki ciri-ciri “rabbani” yang akan
disebutkan pada pembahasan ini. Lalu siapakah generasi Rabbani –atau bahkan
ulama rabbani- yang dinanti kehadirannya dalam tubuh umat ini ? Selamat
membaca.
Makna Rabbani
Rabbani adalah sifat yang mengumpulkan antara kapasitas ilmu,
pembuktian amal, dan pengajaran ilmu (pengkaderan). Demikian ungkapan
Al-Azhari, Imam Ahli Bahasa Arab (wafat 370 H) dalam Kitabnya Tahdzib Al-Lughah
(14/225). Tiga komponen ini merupakan syarat mutlak yang harus ada dalam diri
suatu ulama ataupun generasi yang mencapai derajat “rabbani”. Bahkan setiap poin
dari ketiganya memiliki konsekuensi tersendiri yang apabila tidak tercapai maka
sifat “rabbani” belum bisa disandarkan pada suatu generasi atau ulama.
1. Kapasitas
ilmu : Generasi Rabbani harus memiliki kapasitas ilmu yang cukup dan kwalitas
ilmu yang shahih…meniti diatas manhaj salaf, dan kokoh diatas manhaj ahli
sunnah… Makna inilah yang seringkali disebutkan oleh para salaf dalam ungkapan
mereka : Rabbaniyyun adalah para ahli fiqh (ulama) yang memiliki sifat hikmah
(bijak dan adil). Diantara mereka juga ada yang menafsirkannya : ulama yang
bertaqwa. (lihat Tafsir Al-Thabari : 6/541 dan setelahnya).
2. Pembuktian
amalan : dengan melakukan amalan shalih, menyebarkan dakwah, serta pembaharuan
baik dari sisi agama, maupun dunia dan seluruh bidang kehidupan dengan secara
teratur dan terorganisir. Tidak dinamakan “rabbani” kalau hanya fokus pada
agama dan hanya selalu menjaga keshalihan pribadi, dan tidak melakukan
pengorbanan untuk melakukan ishlah pada bidang agama, sosial, ekonomi, politik
dll. Imam Al-Thabari (wafat : 310 H) berkata -setelah menyebutkan pendapat
ulama tentang makna Rabbani- : “Pendapat yang paling benar menurutku adalah
bahwasanya Rabbaniyyun merupakan jamak dari kata ‘rabbani’ yang dinisbatkan
dengan ‘al-rabbani’, yang berarti orang yang mentarbiyah (mengkader) manusia,
dan yang senantiasa memperhatikan dan memberikan solusi atas seluruh bidang
kehidupan mereka… bersamaan dengan sifat ini, ia juga merupakan seorang ahli
fiqh (ulama) dan hikmah dari kalangan mushlihin, selalu memperhatikan semua
bidang kehidupan manusia, dengan mengajarkan mereka kebaikan (ilmu), dan
menyeru mereka kepada maslahat kehidupan mereka…”. Beliau juga berkata:
“Rabbaniyyun adalah orang-orang yang menjadi sandaran manusia pada masalah
fiqih, ilmu, dan mencakup perkara agama dan perkara dunia, … dan makna Rabbani
adalah orang yang mengumpulkan antara ilmu dan fiqh serta pengetahuan tentang
masalah siyasah (pengaturan), tadbir (pengorganisasian), dan memperhatikan
problem-problem penduduk, dan perbaikan kehidupan mereka baik dari segi dunia
maupun agama” (Tafsir Ibnu Jarir : 6/544-545).
Dari ungkapan ini, begitu
jelas bahwa derajat “rabbani” adalah yang mengaplikasikan firman Allah ta’ala :
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ
كَافَّةً”
Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam
secara keseluruhan”. QS. Al-Baqarah (2): 208.
Tidak hanya memfokuskan kehidupan, dakwah, dan perhatian mereka
pada bidang ilmu /amalan agama tertentu, namun merata keseluruh bidang ilmu dan
amal-amal islam, bahkan keseluruh bidang kehidupan duniawi.
3. Pengajaran
ilmu dan tarbiyah (pengkaderan). Makna ini disebutkan oleh sebagian salaf
termasuk Ibnu Abbas sebagaimana dalam Shahih Bukhari.. Bahwa Rabbani : “Ta’lim
An-Naas shigharal’ilmi qabla kibaarihi” (orang yang mengajarkan manusia dari
ilmu yang ringan sebelum ilmu yang berat). Dalam Fathul-Bari (1/121) Ibnu Hajar
(wafat : 852) berkata bahwa makna ungkapan ini adalah : mengajarkan ilmu pada
manusia secara tadarruj (baca : bermarhalah).
Al-Azhari (wafat : 370 H) dalam kitabnya Tahdzib Al-Lughah
(14/225) setelah menyebut definisi rabbani ini, beliau berkata: “Barangsiapa
yang dalam dirinya kehilangan satu saja dari tiga poin ini maka ia tidak bisa
disebut sebagai rabbani”. Jadi, seseorang/generasi/kelompok disebut Rabbani
jika menggabungkan tiga ini secara sempurna. Sebab itu, tidak heran bila Imam
Mujahid rahimahullah menyatakan bahwa derajat orang-orang rabbani berada diatas
para ahbaar (para ulama). (lihat : Tafsir Al-Thabari : 6/542).
Karakteristik Generasi Rabbani
Karakteristik generasi –sebagaimana yang tersebut diatas- adalah
:
1.Menggabungkan tiga sifat mulia ; yaitu meraih dan menuntut
ilmu yang shahih –sesuai manhaj salaf- dengan kesungguhan, mengamalkan ilmu
hingga mencapai derajat hikmah dan taqwa, dan mengajarkannya pada orang lain
sebagai ulama. dai dan murabbi.
2.Menggabungkan antara ilmu, dakwah dan ishlah/perbaikan segala
bidang kehidupan masyarakat, dan umat islam, sebagaimana dalam ucapan Imam
Al-Thabari.
3.Memiliki qudrah (kemampuan) untuk memimpin, dan mengorganisir
umat serta menyelesaikan problem yang mereka hadapi baik problem agama maupun
duniawi. Dalam ungkapan salaf yang sangat popular : “Bukan termasuk golongan
kami, orang yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin”, Urusan ini mencakup
makna umum –agama dan duniawi-.
4.Bisa menggabungkan dan membagi porsi antara ilmu, dan
pergerakan/ishlah peradaban umat islam dalam berbagai kehidupan. Tuntutan ilmu
dan penyebarannya, tidak menjadikan mereka hanya fokus pada ilmu, ilmu dan
ilmu, sebaliknya pergerakan dakwah dan perbaikan mereka terhadap umat islam dan
peradabannya, tidak menjadikan mereka melepas jubah dan pakaian keilmuan
mereka.
5.Meletakkan metode belajar, pengajaran, dan pengkaderan secara
tadarruj (ber-marhalah). Artinya belajar atau mengajarkan orang lain dari
dasar-dasar ilmu terlebih dahulu sebelum masuk pada bagian ilmu yang lebih
rumit dan sulit. Sebagaimana konsekuensi dari ucapan Ibnu Abbas
radhiyallahu’anhu diatas. Mustahil seseorang bisa menjadi ulama, duat, ustadz
yang sukses apalagi derajat rabbani bila tidak meletakkan manhaj/metode
tadarruj/maraahil dalam halaqah ilmu dan tarbiyah…Dan ini merupakan sunnahnya
para salaf dan khalaf (ulama belakangan) dalam proses ta’lim dan tarbiyah.
Bahkan setiap bidang ilmu dalam ilmu-ilmu islam sudah diletakkan didalamnya
maraahil (tingkatan) dalam menuntutnya.
Terakhir… Sudahkah tiga karakteristik generasi rabbani ini ada
pada diri generasi masa kini ??
Kita berharap agar Generasi Rabbani ini hadir ditengah-tengah
umat islam dengan membawa solusi bagi semua problem umat baik problem agamis
ataupun duniawi sebagaimana ucapan Imam Al-Thabari. Wallaahu a’lam.
Oleh Maula La Eda, L.c (Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas
Madinah)
Sumber dari: http://wahdah.or.id/menyongsong-generasi-rabbani/
INI VIDEO DOKUMENTERNYA
No comments:
Post a Comment
silakan komentar