Pages

Wednesday, 6 December 2017

ARTKEL BK : JADILAH GURU BK PROFESIONAL



Jadilah Guru BK Profesional

Oleh Setiyanto, S.Pd.
Praktisi pendidikan tinggal di Sritejokencono, Kotagajah, Lampung Tengah

Sering kita lihat di sekolah, di mana guru bimbingan konseling atau yang sering disebut guru BK kurang begitu berfungsi. Mereka belum bisa memenuhi harapan-harapan anak didiknya. Banyak di antara mereka hanya ngobrol atau ada yang malah ditugasi sebagai pemungut uang iuran BP3. Ini menyedihkan sekali.

Sebab, sebetulnya anak-anak sedang memasuki krisis identitas yang sangat membutuhkan orang dewasa sebagai tempat mencurahkan perasaan hatinya alias curhat. "Remaja memerlukan seseorang yang dapat didatangi untuk mendapatkan pengertian, perasaan diterima, nasihat, dan bimbingan," ujar John Gray dalam buku Children Are From Heaven. Dengan hanya menganggur, akhirnya menimbulkan perasaan iri bagi guru-guru bidang studi. Wajar guru-guru bidang studi iri karena seringkali justru guru BK ini kalau usul naik pangkat lebih cepat, dan nilai angka kreditnya pun malah jauh lebih tinggi dibanding guru bidang studi atau guru kelas yang notabene volume kerjanya jauh lebih berat. Jam wajib guru bidang studi 18 jam, setara dengan membimbing 150 siswa bagi guru BK. Kalau di sekolah ada tiga guru BK, dan jumlah siswa sekitar 600 orang (15 kelas). Berarti satu guru BK membimbing 200 siswa, total jumlah jamnya lebih dari 18 jam, tentu nilai angka kreditnya pun lebih banyak. Jadi wajar naik pangkat guru BK lebih cepat. Hal inilah yang menimbulkan kecemburuan guru-guru bidang studi, karena praktek sehari-hari guru BK banyak yang menganggur, walau mereka rajin berangkat ke sekolah.

Mengapa Terlihat Menganggur?

Bertolak pada hal di atas, penulis mencoba mencari penyebab mengapa anak-anak banyak yang tidak mau curhat ke guru BK. Pertama, tidak ada komunikasi. Karena tidak adanya komunikasi yang intensif antara guru BK dan para siswa, menjadikan anak-anak segan atau malas bertemu dengan guru BK yang membinanya. Akibatnya anak sungkan jika akan mengutarakan keluh kesahnya kepada guru BK-nya itu, justru mereka malah curhat ke guru lain yang kebetulan hubungannya lebih akrab. Mereka lantas mencurahkan isi hatinya dengan bebas kepada guru itu. Kedua, kurang tulus hati. Karena kurang adanya kemauan hati yang tulus untuk membantu, maka anak-anak juga malas untuk mengeluarkan keluh kesahnya. Anak merasakan dalam hatinya bahwa guru BK-nya itu asal-asalan dalam membantunya. Atau ada juga yang malah menyalahkan, memarahi atau memojokkan si anak tersebut ketika curhat. Akibatnya, anak merasa tidak dihargai keberadaannya. Anak merasa tidak mendapat dukungan dari guru BK tersebut.

Ketiga, kurang banyak membaca buku-buku psikologi. Kalau guru terlebih guru BK jarang membaca buku-buku apalagi buku-buku psikologis. Kalau toh membaca, yang dibaca itu sedikit, tentu referensi yang dimilikinya juga sempit. Ketika anak curhat, jawabannya kurang memenuhi keinginan anak-anak alias kurang jos, kata anak-anak. Karena jawabannya kurang memuaskan, anak malas untuk curhat ke guru BK. Anak lalu curhat ke guru lain yang lebih berpengalaman dan pengetahuannya lebih luas. Contoh jika anak lagi ada masalah dengan pacarnya, dan anak curhat ke guru BK, lalu guru BK jawabannya hanya ngawur lantaran jarang membaca buku. Dan setelah dipraktekkan oleh sang anak, justru malah tambah ruwet, tentu ini membuat anak tidak percaya lagi sama guru BK-nya itu. Keempat, menjaga jarak dengan anak-anak didiknya. Jika guru masih berprinsip "kami di sini, kamu di sana" dengan murid-muridnya, anak muridnya pun enggan berkonsultasi dengan guru BK yang membinanya itu. Mereka akan curhat kepada guru gaul, guru yang biasa dekat dan akrab dengannya. Itulah hal-hal menurut penulis yang menjadi penyebab mengapa begitu banyak guru BK tidak laku di mata murid-murid binaannya. Beruntung, anak-anak yang sedang mempunyai masalah itu masih menemukan guru lain yang mau dijadikan tempat curhat-nya, tentu permasalahan berat yang sedang dihadapinya itu dapat sedikit terpecahkan.

Tapi kalau mereka tidak menemukan guru atau orang tua yang mau dijadikan tempat curhat, maka anak-anak itu akhirnya berperilaku yang aneh-aneh. Adalah wajar mereka berbuat ulah, mereka protes terhadap sikap guru dan orang tuanya yang tidak mau memahami dan mengerti perasaannya.
Untuk memecahkan agar guru BK dapat diterima oleh anak didiknya, dan agar tidak menjadi bahan cemburu guru-guru bidang studi koleganya, solusinya adalah perlunya menyediakan hati yang tulus atau hati terbuka. Guru BK hendaknya menerima keluh kesah anak-anak didiknya dengan empati tinggi, diikuti dengan berusaha sungguh-sungguh untuk membantunya dengan senang dan tulus hati. Jika ini diterapkan, anak-anak akan tersentuh dan senang hati. Mereka merasa telah menemukan guru yang mau mengerti dan memahami keadaannya. Imbasnya anak dengan sendirinya akan mau terbuka, dan mau diajak kerja sama.

Perlunya ruang khusus bimbingan konseling. Hendaknya setiap guru BK mempunyai ruang sendiri yang tertutup. Kondisi yang ada selama ini yaitu ruang BK banyak yang tidak memenuhi persyaratan tersebut, bahkan terkadang ruangan konseling terbuka lebar, atau satu ruangan diisi beberapa guru BK. Dengan adanya ruangan yang tertutup, dimaksudkan anak-anak tidak malu untuk curhat karena tidak terdengar oleh orang lain.

Lalu ada buku-buku yang mesti dibaca anak-anak remaja. Perlunya guru BK menyediakan buku-buku psikologi remaja, buku-buku seksual remaja atau buku-buku yang berkaitan dengan remaja, dan yang menarik untuk dibaca remaja. Dengan adanya buku-buku tersebut, dapat memancing anak-anak didik kaum remaja itu untuk datang ke ruang BK. Entah hanya duduk-duduk, membaca buku, atau meminjamnya untuk dibaca di rumah.

No comments:

Post a Comment

silakan komentar