Pages

Tuesday 20 December 2016

MERINTIS DAN MEMBANGUN KOMUNITAS DAKWAH (2-selsai)



Membaca pesan masuk dalam inbox SMS, Wathsap, facebookku yang rupanya dikirim oleh seorang aktivis dakwah :

"
Assalamualaikum, akhi kaifa khaluk?semoga selalu dalam rahmatAllah..amin
Oh iyyah,, mengingatkan untuk hadir musyawarah, folow up dari pertemuan kemari untuk membentuk .....(komunitas dakwah).

Alhamdulillah.. beberapa ikhwa sudah siap bergabung dan beberapa bulan yang lalu sudah pernah melakukan pertemuan dgn ikhwa2 yang lain.. 

tp,,karena ketrbatasan kami..sehingga kami belum tahu gimana dirikan sebuah ... (komunitas dakwah)?

Jadi kami mengharapkan sekali kehadiran para senior atau pembina. Balas konfirmasi"

Pesan itu langsung kubalas, dengan menanyakan sampai dimana persiapan komunitas dakwahnya dan apa kendala yang ditemui. Ana memberikan ke siapan untuk hadir dalam pertemuan itu

Sebenarnya hari Sabtu adalah hari birrul walidain bantu orang tua dirumah kalo mahasiswa namanya mencuci nasional. Tapi karena hari ini Ana juga harus bertemu seorang Ustaz untuk terkait dakwah pula, maka ada waktu untuk keluar rumah. Hari ini, saya sengaja berangkat lebih awal untuk ngobrol singkat dengan ikhwa yang bersangkutan, sebelum bertemu sang ustaz.

"Ana sudah di Masjid....., D mana miki akhi?" Begitu isi pesan singkatnya di HP. Otomatis, membuat ana cepat-cepat melangkahkan kaki dan dengan cepat mata ini mondar mandir mencari seorang ikhwa tersebut.

 Ada beberapa ikhwa di sudut masjid ana pun menyodorkan tangan untuk menyapa. “Kak abid yah?” Katanya sambil balas besalaman. Sempat merasa GR juga padahal baru kenal he..he.. begitu juga yang lainnya menyodorakan salam dan senyuman serta menyebut nama mereka. Namun ana belum mendapat ikhwa yang menghubungi ana. 



“Oh.. beliau sedang ke kamar kecil” sambil menunjuk kamar kecil masjid. Oh.. mereka yang di ceritakan oleh ikhwa tersebut. Ia membuka pembicaraan dengan bercerita bahwa sudah menghubungi beberapa ikhwa untuk hadir, tetapi semua sedang berhalangan. It's Ok Lagipula Ana hanya ingin berkenalan dulu. Tak harus hadir semua kan?, pikirku.

Setelah membuka majelis dengan pujian kepada Allah dan salawat mereka pun membuka musyawarah hari ini. Pas ketika ana di beri kesempatan, ana basabasi perkenalan diri dan lansung intinya. Pertanyaan pertama yang Ana lontarkan kepada mereka sebagai wujud keingintahuan yang besar adalah “Sudah melakukan apa saja?.” Dan dijawab oleh Ikhwa yang menghubungi Ana, “Baru sebatas musyawarah, belum ada pergerakan yang nyata”. Apa kendalanya?, Ana berusaha menebak.

Ketiga aktivis dakwah di depanku ini mulai bercerita tentang siapa yang terlibat dan mengapa mereka belum memiliki kegiatan.

“Kami agak khawatir mengajak sembarang orang, kak. Kadang mereka mengejar dengan ragu-ragu dan adapula mempertanyakan yang mencurigakan dan kami tidak bisa jawab”. Ujarnya. Menurut Ana itu adalah pernyataan unik.

“Tidak bisa dijawab bagaimana?” Ana bertanya sambil membayangkan kemungkinan pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang.

“Kan tinggal menjawab pertanyaan mereka. Kecuali kalian memang tidak memahami tentang .... (komunitas dakwah), baru bakal susah menjawab”.

“Tapi susah. Bagaimana yah?”

Mereka bertiga mulai keliatan bingung mencari kata dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan kesulitan mereka menjawab pertanyaan orang-orang. Untuk menghindari kebingungan yang berkelanjutan, Ana pun ganti pertanyaan. Apakah ada kendala antum yang lain?

“Kami masih sedikit, jawab salah seorang.

Setelah itu, mulai menyebutkan nama-nama komunitas dakwah lain.

“Ana juga bergabung dalam sebuah komunitas. Kami cuma berenam di dalamnya. Kami tinggal berpencar di tempat yang berbeda. Tapi kami bisa melakukan kegiatan-kegiatan. Jumlah orang, tidak selamanya menjadi kendala,”. Ana mengajak mereka berfikir.

“Kata ikhwa senior, kita harus mengumpulkan beberapa orang dulu, kemudian membuat susunan pengurus, lalu diskusi buat kegiatan”, kembali menjelaskan.

Ana menimpali dengan senyum-senyum sambil mengingatkan jika mereka sudah punya group dan fan page di Facebook. Di group dan fanpage tersebut, mereka sudah punya teman-teman. Mengapa tidak mulai sebar info untuk merekrut?

Pertanyaan Ana selanjutnya, “Haruskah mengajak orang untuk menjadi anggota Aktivis dakwah dulu, baru kemudian mereka bisa bergerak buat komunitas?. Karena yakinlah Allah akan memilih orang yang bergabung di jalan dakwah.” Ana pun menyetir beberapa ayat dan hadis akan hidayah ALLAH.



Sepertinya, ketiga aktivis dakwah ini harus di kuatkan. Ana pun bertanya tentang tarbiyah/pembinaan mereka ternyata masih mandek. Maka ana mengusulkan untuk menghidupkan tarbiyahnya kalo ustaz berhalangan biar ana yang isi. Bila tarbiyah sudah kuat maka, tidak ada lagi keraguan untuk mereka bergerak merintis suatu komunnitas dakwah.

Rasanya, tak perlu lama bermusyawarah, apalagi Ana dikejar waktu untuk segera ke ustaz yang telah janjian. Ana pun mengajak ketiganya untuk menentukan siapa yang menjadi koordinator komunitas dakwah ini, untuk menuliskan nama, nomor kontak dan alamat mereka masing-masing. Saya meyakinkan mereka dengan akan janji Allah bila kita berdakwah.

Pertemuan berkali-kali, musyawarah panjang tanpa aksi, tentulah tak ada gunanya. Melakukan hal kecil, kemudian perlihatkan kegiatan kecil kita di media sosial, akan lebih menggugah lebih banyak orang untuk bergabung.

Ketika itu, Ana mencatat tiga contact person aktivis dakwah. Saya berjanji akan hadir dalam setiap pertemuan mereka dan juga bila perlu ana tarbiah mereka, meski saat ini mereka masih belum banyak pengelaman dalam dakwah. Wallahualam

No comments:

Post a Comment

silakan komentar