Tulisan ini telah terbit di koran FAJAR pada HARI JUMAT 11 OKTOBER 2013 |
QURBAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Oleh Muh Abid Fauzan
Guru Agama Islam dan Pemerhati Sosial Masyarakat
Sebentar lagi kita akan menjalankan merayakan Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban atau populer juga dengan sebutan Lebaran Haji. Disebut Idul Kurban karena banyak umat Muslim berkurban dengan menyembelih domba, kambing, sapi, atau kerbau untuk dibagikan ke semua warga. Hari istimewa ini disebut juga Lebaran Haji karena pada bulan ini sebagian umat Muslim menunaikan rukun Islam ke-5, yaitu haji.
Dalam setiap ibadah terkhusus pula ibadah kurban selalu mencakup dua di mensi. Yaitu adalah: ilahiyyah dan insaniyyah—atau hablum minaLlah (hubungan vertikal) dan hablum minannas (hubungan horizontal). Tegasnya, selain kepasrahan, kurban juga harus membawa manfaat bagi ssesama manusia (sosial).
SEJARAH DAN HIKMAH IBADAH QURBAN
Dalam sejarah pertama kehiduapan manusia di muka bumi terdapat kurban pula. Ia muncul dalam suasana persaingan antara Qabil dan Habil. Kepada kedua anaknya, Adam memaklumkan berkurban. Bagi yang diterima, ia berhak mempersunting Iqlima, saudari kandung Qabil. Merasa kalah dalam ’kompetisi,’ dengan mata menyala bagai api, Qabil mengintimidasi, ”Saya akan membunuhmu.” Dan dengan nada teduh Habil mengingatkan, ”Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa” (Q.S. Al-Maidah: 27).
Begitu pula peristiwa yang dialami oleh nabi Ibrahim dan anaknya, nabi Ismail yang menjadi awal di syariatkannya qurban bagi umat Islam. Nabi Ibrahim ialah pribadi yang kaya dan dermawan yang gemar mengorbankan kekayaannya untuk kepentingan sosial masyarakat. Ia sering berderma dengan menyembelih domba dan unta untuk menyantuni masyarakatnya. Dalam buku-buku sejarah Islam, beliau diberitakan berkata bahwa anak sendiri pun akan dikorbankan jika Allah memerintahkan. Maka ketika anaknya lahir dari rahim sang istri, Siti Hajar, dan kemudian tumbuh besar, turunlah ujian Allah agar Ibrahim menyembelih putranya. Nabi Ibrahim, bermimpi selama tiga malam berturut-turut agar menyembelih anaknya. Dengan suara berat, ia teguhkan hati menyampaikan ”mimpi”-nya pada si buah hati. Tak disangka, anaknya malah ’menantang’ sang ayah, ”Saya siap; satajiduni insy Allah-u min al shabirin.” (Q.S. Ash Shoffaat: 102).
Nyata sudah bentuk keimanan, ketaatan dan kesabaran tingkat tinggi yang ditunjukkan oleh bapak dan anak tersebut, sehingga ketika Ibrahim hendak menyembelih Ismail, Allah menyelamatkan Ismail sekaligus menggantikannya dengan seekor domba besar. Daging domba sembelihan tersebut diperintahkan untuk dibagikan kepada umatnya yang membutuhkan dengan seadil-adilnya. Peristiwa ini kemudian disyariatkan oleh Allah menjadi ibadah kurban bagi umat Muslim setiap tanggal 10 Dzulhijah sebagai hikmah bahwa sebagai hamba, sudah selayaknya manusia mentaati perintah Allah swt.
Ada banyak hikmah yang terangkum dalam ibadah qurban ini. Salah saunya adalah menumbuhkan kepekaan sosial dalam bermasyarakat. tumbuhnya rasa empati umat Muslim terhadap sesama manusia. Dari semangat dan jiwa sosial tersebut, umat Muslim dan seluruh warga masyarakat, baik yang berkurban maupun yang menerima kurban, sama-sama merasakan kebahagiaan. Demikianlah sejatinya ibadah kurban, menumbuhkan semangat berempati kepada sesama, menghilangkan berbagai bentuk kedengkian dan iri hati dalam diri, serta memupuk persaudaraan dan kerukunan masyarakat.
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Dengan adanya kepekaan sosial maka akan membangun kesetaraan dan pemerataan ekonomi. Kesetaraan merupakan salah satu esensi penting dalam ibadah kurban pada Hari Raya Idul Kurban. Esensi pentingnya terletak pada pendistribusian daging kurban, yakni diutamakan kepada orang-orang yang tidak mampu agar mereka merasakan kebahagiaan pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari setelahnya. Ibadah kurban yang membimbing umat Muslim agar berkorban ini mengandung muatan pelajaran dan hikmah bahwa kaum Muslim hendaknya selalu ingat untuk melakukan perbaikan agar kemaslahatan selalu meliputi masyarakatnya dan agar kondisi masyarakatnya menjadi lebih baik. Dengan demikian, persolan masyarakat, utamanya kelaparan dan kemiskinan, sedikit banyak dapat teratasi melalui ibadah kurban, atau dengan kata lain kurban yang dilakukan oleh umat Muslim yang berkecukupan diharapkan mampu berkontribusi pada upaya penyetaraan serta penghapusan kasta-kasta yang tidak terlihat di masyarakat, dan berkontribusi pula pada upaya pemerataan ekonomi warga masyarakat sehingga kesenjangan ekonomi yang terjadi tidak terlalu tinggi. Meskipun terkesan masih instan karena sifat ibadah kurban hanya one time donation, namun ibadah kurban mengandung hikmah besar, yakni bahwa kurban memberi petunjuk dan contoh nyata upaya pemerataan ekonomi masyarakat dapat dimulai dari ibadah kurban itu sendiri.
Selain itu settelah prosesi ibadah qurban di harapkan dapat Mengingatkan kita agar senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai, harkat dan martabat kemanusiaan. Digantinya Ismail dengan domba menyadarkan kita bahwa mengorbankan manusia di atas altar adalah perbuatan yang dilarang Allah. Ibadah yang kita laksanakan harus menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak manusia. Bahkan, hewan kurban yang akan disembelihpun harus diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Karena itulah, maka perbuatan semena-mena, keji dan kejam sangat dilarang oleh Islam. Dalam pandangan Islam, membunuh sesama manusia tanpa dasar yang benar sama nilainya dengan membunuh seluruh umat manusia, (Qs. 5: 32).
Selain itu hikmah adanya ibadah berqurban ini Mendidik kita untuk membunuh sifat kebinatangan. Diantara sifat-sifat kebinatangan yang harus kita kubur adalah sikap mau menang sendiri dan berbuat dengan hanya dibimbingan nafsu. Manusia adalah makhluk yang paling utama. Tetapi jika tingkahlakunya dikuasai nafsu, maka pendengeran , penglihatan dan hati nuraninya tiada bergunan. Jika sudah demikian, maka jatuhlah derajat kemanusiaannya, bahkan lebih hina dibandingkan dengan binatang. Dalam Al-Qur’an digolongkan sebagai orang-orang yang lalai. (Qs. 7: 179).
Nilai-nilai positif yang terkandung dalam sejarah ibadah kurban yang sudah dijelaskan di atas tidak lain ibarat simbol pelecut keimanan bagi umat Muslim untuk memupuk solidaritas sosial. Apa yang telah disyariatkan oleh Allah dalam ibadah kurban seyogyanya bisa menjadi media pendidikan atau pembelajaran bagi umat Muslim untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang bertauhid kepada Allah dan bersifat saleh secara sosial. Apabila masyakat memahami nilai-nilai positif ini maka kesejahteraan masyarakat akan dapat terwujud.
Semoga hikmah ibadah qurban tahun ini dapat kita wujudkan dalam setiap kesehariaan kita....
Amien dan selamat merayakan Idul Adha.
Taqablallahuminnawamingkum “semoga Allah menerima amal ibadah kita”.
Wallahu’alam
Abid,, mau nanya nih... Knapa ya beda antara islam dgn kristen dlm pandangannya ttg anak Nabi Ibrahim yg dsembelih??? Islam katakan Ismail sdgkn Kristen mengatakan Ishaq (klo gak salah)... Syukron sblmnya...
ReplyDelete