Pages

Thursday, 1 November 2018

"BOSAN AH.. BOSAN" Kiat Pasturi Menghadapi Kejenuhan Dalam Rumah Tangga

Foto acara akad dan walimah ana pertama kali November Tahun lalu


"BOSAN AH.. BOSAN" 
Kiat Pasturi Menghadapi Kejenuhan Dalam Rumah Tangga

Hampir semua keluarga
pernah mengalaminya. Apa
sebabnya dan bagaimana
mengatasinya?

ADA YANG ANEH DIRASAKAN DALAM DIRI NANA (bukan nama sebenarnya) akhir-akhir ini. Rumah yang semula terasa nyaman berubah seperti sangkar yang membelenggu. Kehadiran suami di rumah seakan menjadi menyebalkan. Lebih parah lagi, celoteh anak-anak bagai tumpukan kebisingan yang makin bikin pusing kepala.
Yah, Nana ingin lepas dari semua itu. Menjauh dari rutinitas rumah tangga yang sudah beberapa tahun digelutinya. Jauh dari suami, jauh dari anak-anak, dan jauh dari segala tetek bengek persoalan rumah tangga. Ia bosan, jenuh!
Apa yang dirasakan Nana sebenarnya hal yang wajar saja. Kebosanan adalah sebuah situasi yang wajar terjadi pada setiap pasangan, baik suami ataupun istri.
Memang tak ada yang sempurna di dunia ini. Tak semua apa yang kita kehendaki terpenuhi, juga tak semua apa yang kita mau kita ketahui. Tiba-tiba saja kita merasa bosan pada keadaan rumah, pada penampilan pasangan, pada kerewelan dan tingkah laku anak, pada problem rumah tangga, atau pada aktivitas sehari-hari.
Sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Bazaar mengatakan, “Setiap amal itu ada masa semangatnya, dan pada setiap masa semangat itu ada masa futur (bosan).”
Bukan berarti kita membiarkan rasa bosan terus-menerus menguasai, sebab hal itu akan berimbas pada perilaku terhadap pasangan maupun anak. Imbas negatif, itu yang seringkali tampak. Uring-uringan, dingin, pelit berbicara, malas melakukan kontak - baik fisik maupun psikis - malas beraktivitas, cuek, dan lain-lain.
Yang paling penting, ketika rasa bosan menyerang, kita harus tetap berada jalur-Nya. Sebagaimana pada lanjutan hadits di atas, “...Barangsiapa yang ketika futur tetap berpegang kepada sunnahku, maka sesungguhnya ia telah memperoleh petunjuk, dan barangsiapa yang ketika futur berpegang kepada selain sunnahku, maka sesungguhnya ia telah tersesat.”

Situasi Monoton
Jika kita dihadapkan pada situasi yang sama terus-menerus tanpa ada variasi, sebagian besar di antara kita tentu akan merasa bosan. Misalnya melakukan aktivitas rutin yang itu-itu saja, mulai dari memasak, mencuci, dan merawat anak.
Penampilan suami dari hari ke hari begitu-begitu saja, sehingga tidak menyedapkan pandangan istri. Menu masakan pun hampir sama setiap hari. Sementara perabotan rumah tangga dan posisi tempat tidur juga sama dari waktu ke waktu. Apalagi ditambah tingkah laku anak yang membuat capai, lengkap sudah.

Kenyataan Tak Seindah Harapan
Kadangkala kita dihadapkan pada situasi yang sebenarnya ingin kita hindari. Ingin menjadi wanita karir tapi kenyataannya menjadi ibu rumah tangga murni. Kadang menginginkan sesuatu yang lebih tinggi tapi mendapatkan yang lebih rendah.
Seorang istri tentu menginginkan suami yang sempurna bisa melakukan segala hal yang kita harapkan, karir bagus, ekonomi mapan tapi tidak mengorbankan waktu keluarga. Ternyata yang ditemui malah sebaliknya.
Sementara suami mendambakan istri yang menarik, berwawasan luas, sekaligus piawai dalam mengatur rumah tangga dan melayani suami. Tapi yang ditemui ternyata pendamping hidup yang hanya bisa bekerja mencari uang, sehingga pelayanan pada suami urusan belakang.

Perlu Komitmen yang Kokoh
Perkawinan sama dengan iman, ada masa pasang surutnya. Hal ini jelas mempengaruhi apresiasi diri kita terhadap situasi rumah tangga.
Apresiasi berkaitan dengan cara pandang kita dalam menghadapi situasi, positif atau negatif seringkali mempengaruhi kondisi emosi kita. Saat kita mengalami kondisi emosi yang buruk (bad emotion), segala sesuatu akan terasa negatif di mata kita. Kita akan mudah marah, jengkel, bosan, atau bahkan ingin kabur dari rumah.
Tentu saja cara kita memandang sesuatu menjadi berpengaruh terhadap apa yang kita lakukan. Jika memandang permasalahan secara positif, kita akan lebih mudah menerima segala sesuatu yang dianggap merepotkan. Kita akan merasa bahwa ini adalah anugerah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang patut disyukurii dan dijaga dengan baik. Sebaliknya, kalau kita memandang permasalahan secara negatif, anugerah yang diterima terasa bagai bencana, pekerjaan yang paling ringan pun terasa berat.
Rumah tangga akan tetap tegak jika mempunyai dasar yang mantap dan landasan yang kokoh. Jika demikian, insya Allah akan selalu dipenuhi dengan kebaikan, suasana akan terasa damai dan tenteram, penghuninya dipenuhi dengan perasaan cinta dan kasih sayang.
Jika rumah tangga kita mulai kehilangan gairah, jalan yang terbaik di antaranya adalah membenahi kembali niat pernikahan. Niat dasar itulah yang banyak mempengaruhi cara pandang kita terhadap pernikahan, baik terhadap anak maupun pendamping kita.
Niat yang baik akan menumbuhkan komitmen yang kokoh. Jika seseorang mempunyai komitmen yang kokoh, dia selalu ingin memberikan yang terbaik buat keluarganya. Keluarga akan dijadikan sebagai ladang untuk menyemai kebaikan. Kebaikan yang dilakukan kepada keluarga semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah. Kemesraan kepada pasangan dilakukan dalam rangka memenuhi perintah Allah agar mempergauli mereka dengan ma'ruf (baik).
Niat yang berbeda akan melahirkan cara pandang yang berbeda. Selanjutnya, akan menimbulkan dampak perasaan dan perilaku yang berbeda dalam menghadapi persoalan rumah tangga. Saat orang lain merasakan keletihan yang luar biasa dalam menghadapi anak maupun persoalan rumah tangga lainnya, kita justru menemukan kebahagiaan. Keletihan yang kita alami dan tetesan keringat kala melakukannya akan dihitung oleh Allah sebagai amal kebaikan yang membawa kita ke surga nan indah.*
(Henik Istiharoh, Bambang S/Hidayatullah)

Tips Mesra Mengusir Kebosanon
1.      Bercanda
Canda yang menggoda bersama pasangan tercinta akan mengusir rasa jenuh. Canda-canda mesra akan menghangatkan jiwa dan menyegarkan kembali semangat kita. Ia mampu menguatkan yang lemah dan membangkitkan kembali semangat yang mati.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam suka bercanda dengan istrinya, 'Aisyah Radhiyallahu anha. Sebuah riwayat yang disampaikan Imam Ahmad menceritakan, Rasulullah pernah balap lari dan berkejar-kejaran dengan 'Aisyah di pantai. Mereka bersendau gurau menunjukkan kemesraan.
2.      Nonton Bersama
Sekali-kali boleh juga pergi nonton bersama untuk menghibur hati. Ali bin Abi Thalib bilang: “Hiburlah hati suatu ketika, karena jika ia dipaksa terus-menerus terhadap sesuatu maka ia menjadi buta.”
Imam AI-Ghazali berkata, “Jiwa seseorang itu cepat letih. Jika dihibur dengan kelezatan, maka keletihan yang datang akan hilang sehingga jiwa kembali sehat dan bersemangat".
Tentu saja tontonan itu harus halal. Dari Aisyah, “Sesungguhnya orang-orang Habsyi mengadakan permainan untuk Rasulullah, lalu beliau memanggilku, lalu aku melihat tontonan itu dari atas bahu beliau sampai aku merasa puas.” (Riwayat Ahmad).
3.      Mengubah Desain Ruangan
Tata ruang rumah sekali-kali perlu dijuga diubah. Misalnya tata letak meja dan kursi, lemari, atau tempat tidur. Jika perlu ditambahi bunga agar kelihatan segar. Pergantian suasana yang segar tentu berpengaruh pada suasana hati.
4.      Membuat Kejutan
Baik juga membuat kejutan. Misalnya membawakan oleh-oleh usai bepergian. Kalau tidak bisa banyak, sebutir buah apel saja cukup. Tak lazim? Ya memang. Di sini bukan soal jumlah yang penting, tapi perhatian. Sebiji buah apel itu pertanda sayang suami kepada istrinya. Bisa jadi “ketidaklaziman” itu justru yang berkesan.
5.      Silaturrahim
Bertemu dengan handai taulan atau teman lama sungguh menyenangkan. Itu bisa mengingatkan pada kenang-­kenangan lama yang membangkitkan gairah hidup. Tentu saja kenangan yang baik-baik saja.

Silaturrahim sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Anas bin Malik Radhiyallahu anhu mengutakan bahwa Rasulullah bersabda, “Siapa yang ingin sekali diluaskan rezekinya, ditambah umurnya, maka hendaklah dia menyambungkan rahimnya (menyambungkan tali persaudaraannya).” (Riwayat Bukhari dan Muslim).* (Bambang S/ Hidayatullah)

No comments:

Post a Comment

silakan komentar