Foto acara akad dan walimah ana pertama kali November Tahun lalu |
"BOSAN AH.. BOSAN"
Kiat Pasturi Menghadapi Kejenuhan Dalam Rumah Tangga
Hampir semua keluarga
pernah mengalaminya.
Apa
sebabnya dan bagaimana
mengatasinya?
ADA YANG ANEH DIRASAKAN DALAM DIRI NANA (bukan nama sebenarnya) akhir-akhir ini.
Rumah yang semula terasa nyaman berubah seperti sangkar yang membelenggu.
Kehadiran suami di rumah seakan menjadi menyebalkan. Lebih parah lagi, celoteh
anak-anak bagai tumpukan kebisingan yang makin bikin pusing kepala.
Yah, Nana ingin lepas dari semua itu.
Menjauh dari rutinitas rumah tangga yang sudah beberapa tahun digelutinya. Jauh
dari suami, jauh dari anak-anak, dan jauh dari segala tetek bengek persoalan
rumah tangga. Ia bosan, jenuh!
Apa yang dirasakan Nana sebenarnya hal
yang wajar saja. Kebosanan adalah sebuah situasi yang wajar terjadi pada setiap
pasangan, baik suami ataupun istri.
Memang tak ada yang sempurna di dunia ini.
Tak semua apa yang kita kehendaki terpenuhi, juga tak semua apa yang kita mau
kita ketahui. Tiba-tiba saja kita merasa bosan pada keadaan rumah, pada
penampilan pasangan, pada kerewelan dan tingkah laku anak, pada problem rumah
tangga, atau pada aktivitas sehari-hari.
Sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Bazaar
mengatakan, “Setiap amal itu ada masa semangatnya, dan pada setiap masa semangat
itu ada masa futur (bosan).”
Bukan berarti kita membiarkan rasa bosan
terus-menerus menguasai, sebab hal itu akan berimbas pada perilaku terhadap
pasangan maupun anak. Imbas negatif, itu yang seringkali tampak. Uring-uringan,
dingin, pelit berbicara, malas melakukan kontak - baik fisik maupun psikis -
malas beraktivitas, cuek, dan lain-lain.
Yang paling penting, ketika rasa bosan
menyerang, kita harus tetap berada jalur-Nya. Sebagaimana pada lanjutan hadits
di atas, “...Barangsiapa yang ketika futur
tetap berpegang kepada sunnahku, maka sesungguhnya ia telah memperoleh
petunjuk, dan barangsiapa yang ketika futur
berpegang kepada selain sunnahku, maka sesungguhnya ia telah tersesat.”
Situasi Monoton
Jika kita dihadapkan pada situasi yang
sama terus-menerus tanpa ada variasi, sebagian besar di antara kita tentu akan
merasa bosan. Misalnya melakukan aktivitas rutin yang itu-itu saja, mulai dari
memasak, mencuci, dan merawat anak.
Penampilan suami dari hari ke hari
begitu-begitu saja, sehingga tidak menyedapkan pandangan istri. Menu masakan
pun hampir sama setiap hari. Sementara perabotan rumah tangga dan posisi tempat
tidur juga sama dari waktu ke waktu. Apalagi ditambah tingkah laku anak yang
membuat capai, lengkap sudah.
Kenyataan Tak Seindah
Harapan
Kadangkala kita dihadapkan pada situasi
yang sebenarnya ingin kita hindari. Ingin menjadi wanita karir tapi
kenyataannya menjadi ibu rumah tangga murni. Kadang menginginkan sesuatu yang
lebih tinggi tapi mendapatkan yang lebih rendah.
Seorang istri tentu menginginkan suami
yang sempurna bisa melakukan segala hal yang kita harapkan, karir bagus,
ekonomi mapan tapi tidak mengorbankan waktu keluarga. Ternyata yang ditemui
malah sebaliknya.
Sementara suami mendambakan istri yang
menarik, berwawasan luas, sekaligus piawai dalam mengatur rumah tangga dan
melayani suami. Tapi yang ditemui ternyata pendamping hidup yang hanya bisa
bekerja mencari uang, sehingga pelayanan pada suami urusan belakang.
Perlu Komitmen yang
Kokoh
Perkawinan sama dengan iman, ada masa
pasang surutnya. Hal ini jelas mempengaruhi apresiasi diri kita terhadap
situasi rumah tangga.
Apresiasi berkaitan dengan cara pandang
kita dalam menghadapi situasi, positif atau negatif seringkali mempengaruhi
kondisi emosi kita. Saat kita mengalami kondisi emosi yang buruk (bad emotion), segala sesuatu akan terasa
negatif di mata kita. Kita akan mudah marah, jengkel, bosan, atau bahkan ingin
kabur dari rumah.
Tentu saja cara kita memandang sesuatu menjadi
berpengaruh terhadap apa yang kita lakukan. Jika memandang permasalahan secara
positif, kita akan lebih mudah menerima segala sesuatu yang dianggap
merepotkan. Kita akan merasa bahwa ini adalah anugerah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang patut
disyukurii dan dijaga dengan baik. Sebaliknya, kalau kita memandang
permasalahan secara negatif, anugerah yang diterima terasa bagai bencana, pekerjaan
yang paling ringan pun terasa berat.
Rumah tangga akan tetap tegak jika mempunyai
dasar yang mantap dan landasan yang kokoh. Jika demikian, insya Allah akan
selalu dipenuhi dengan kebaikan, suasana akan terasa damai dan tenteram,
penghuninya dipenuhi dengan perasaan cinta dan kasih sayang.
Jika rumah tangga kita mulai kehilangan
gairah, jalan yang terbaik di antaranya adalah membenahi kembali niat
pernikahan. Niat dasar itulah yang banyak mempengaruhi cara pandang kita
terhadap pernikahan, baik terhadap anak maupun pendamping kita.
Niat yang baik akan menumbuhkan komitmen
yang kokoh. Jika seseorang mempunyai komitmen yang kokoh, dia selalu ingin
memberikan yang terbaik buat keluarganya. Keluarga akan dijadikan sebagai
ladang untuk menyemai kebaikan. Kebaikan yang dilakukan kepada keluarga
semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah. Kemesraan kepada pasangan
dilakukan dalam rangka memenuhi perintah Allah agar mempergauli mereka dengan
ma'ruf (baik).
Niat yang berbeda akan melahirkan cara
pandang yang berbeda. Selanjutnya, akan menimbulkan dampak perasaan dan
perilaku yang berbeda dalam menghadapi persoalan rumah tangga. Saat orang lain
merasakan keletihan yang luar biasa dalam menghadapi anak maupun persoalan
rumah tangga lainnya, kita justru menemukan kebahagiaan. Keletihan yang kita
alami dan tetesan keringat kala melakukannya akan dihitung oleh Allah sebagai
amal kebaikan yang membawa kita ke surga nan indah.*
(Henik Istiharoh, Bambang S/Hidayatullah)
Tips Mesra Mengusir
Kebosanon
1.
Bercanda
Canda yang menggoda
bersama pasangan tercinta akan mengusir rasa jenuh. Canda-canda mesra akan
menghangatkan jiwa dan menyegarkan kembali semangat kita.
Ia mampu menguatkan yang lemah dan membangkitkan kembali semangat yang mati.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam suka
bercanda dengan istrinya, 'Aisyah Radhiyallahu
anha. Sebuah riwayat yang disampaikan Imam Ahmad menceritakan, Rasulullah
pernah balap lari dan berkejar-kejaran dengan 'Aisyah di pantai. Mereka
bersendau gurau menunjukkan kemesraan.
2.
Nonton Bersama
Sekali-kali boleh juga
pergi nonton bersama untuk menghibur hati. Ali bin Abi Thalib bilang: “Hiburlah
hati suatu ketika, karena jika ia dipaksa terus-menerus terhadap sesuatu maka
ia menjadi buta.”
Imam AI-Ghazali berkata, “Jiwa
seseorang itu cepat letih. Jika dihibur dengan kelezatan, maka keletihan yang
datang akan hilang sehingga jiwa kembali sehat dan bersemangat".
Tentu saja tontonan itu
harus halal. Dari Aisyah, “Sesungguhnya orang-orang Habsyi mengadakan permainan
untuk Rasulullah, lalu beliau memanggilku, lalu aku melihat tontonan itu dari atas
bahu beliau sampai aku merasa puas.” (Riwayat Ahmad).
3.
Mengubah Desain Ruangan
Tata ruang rumah
sekali-kali perlu dijuga diubah. Misalnya tata letak meja dan kursi, lemari, atau
tempat tidur. Jika perlu ditambahi bunga agar kelihatan segar. Pergantian suasana
yang segar tentu berpengaruh pada suasana hati.
4.
Membuat Kejutan
Baik juga membuat kejutan.
Misalnya membawakan oleh-oleh usai bepergian. Kalau tidak bisa banyak, sebutir
buah apel saja cukup. Tak lazim? Ya memang. Di sini bukan soal jumlah yang penting,
tapi perhatian. Sebiji buah apel itu pertanda sayang suami kepada istrinya. Bisa
jadi “ketidaklaziman” itu justru yang berkesan.
5.
Silaturrahim
Bertemu dengan handai
taulan atau teman lama sungguh menyenangkan. Itu bisa mengingatkan pada kenang-kenangan
lama yang membangkitkan gairah hidup. Tentu saja kenangan yang baik-baik saja.
No comments:
Post a Comment
silakan komentar