Pages

Wednesday, 5 January 2011

Jatuh Cinta Atau Bangun Cinta

Ana pernah membaca sajak kurang lebih begini:
‘Ada dua pilihan ketika bertemu cinta
Jatuh cinta dan bangun cinta…
Ya benar terkadang kita populer mendengar kata ‘jatuh cinta’ bila seseorang merasakan cinta. Tetapi kata ‘jatuh’ identik dengan sesuatu kejadian yang tanpa di sadari kita mengalaminya. Jadi kata ‘jatuh cinta’ menujukkan ketidak sadaran ternyata ia telah masuk dalam cinta atau mungkin awalnya ketidak inginan jatuh tetapi ternyata karena kecerobohan diri jadi jatuh deh ..., coba kita lihat orang yang berjalan, maka ada orang yang berjalan pasti tidak mau jatuh bahkan jatuh yang berjalan. He ...he....
Kita kembali, tetapi kenyataan pelaku-pelaku cinta kelihatannya mereka mau-maunya ‘jatuh’ melihat banyak yang orang jatuh maunya ikut-ikutan jatuh. Cape deh! Apa mungkin mereka menyusahkan diri mereka dengan ‘jatuh’, karena belum tahu dalamnya dan gelapnya lubang. Itu pun mungkin yang sudah terlanjur jatuh bukanya malah bangkit dari ‘jatuhnya’ tetapi mereka malah menikmati sakitnya jatuh, mereka terus berada di lubang yang gelap nan dalam hi...hi...
Setelah ana teliti cieh...., ternyata pelaku-pelakunya tidak tahu makna cinta yang sebenarnya sehingga mereka tersiksa karena cinta mereka sendiri (namanya juga jatuh, sakit tau). Makanya mari kita belajar hakekat cinta yang sebenarnya. Dengan begitu kita membangun persepsi tentang cinta yang benar sesuai dengan tuntunan agama kita berdasarkan Al quran & hadis. Jangankan jatuh karena cinta bahkan kita menikmati bangunan cinta itu.
Kalaupun kita jatuh karena cinta maka kita bisa bangkit dari terjatuhnya kita. Karena kita telah pahami makna cinta yang benar dan mana cinta karena nafsu. So gais mari kita bangun cinta itu dengan prinsip-prinsip syariat bukanya kita ikut-ikutan tanpa ilmu jatuh keliang cinta. Mana yang lebih enak jatuh di lubang yang gelap nan dalam atau menikmati istana bangunan cinta? Ayo pilih mana? 
Terus mari kita lihat kelanjutan sajak diatas
…Padamu aku memilih yang kedua
Agar cinta kita menjadi istana, tinggi menggapai surga’
(Viktor E. Frankl, Man’s Search For Meaning, hal 166)

No comments:

Post a Comment

silakan komentar