Pages

Saturday 1 December 2018

CATATAN MENJADI MAKMUM SHALAT JUMAT KUBRO 212 (Sebuah kenangan)




AKSI BELA ISLAM 212
Sudah hampir sebulan (kalo sekarang 2018 berarti sudah 2 tahun) pasca peristiwa fenomenal Shalat Jumat Kubro 212 atau Aksi Bela Islam ke-3 berlalu, tapi bagi ana pribadi yang mengambil bagian dan siapa saja yang ikut hadir menjadi peserta aksi disebut alumni 212 tak akan melupakan peristiwa kolosal itu.

Thursday 1 November 2018

"BOSAN AH.. BOSAN" Kiat Pasturi Menghadapi Kejenuhan Dalam Rumah Tangga

Foto acara akad dan walimah ana pertama kali November Tahun lalu


"BOSAN AH.. BOSAN" 
Kiat Pasturi Menghadapi Kejenuhan Dalam Rumah Tangga

Hampir semua keluarga
pernah mengalaminya. Apa
sebabnya dan bagaimana
mengatasinya?

Monday 1 October 2018

PECANDU HANDPHONE Sebuah Renungan

SUMBER Foto dan Tulisan : FB Abid fauzan


-PECANDU HANDPHONE-

Renungan untuk diri kami pribadi dan secara umum untuk ikhwah sekalian..
Bismillah..
Petikan khutbah Jum'at di Masjidil Haram.

Imam Masjidil Al Haram Asy-Syaikh Su’ud asy-Syuraim dalam sebuah Khutbah Jum’at beliau berkata : 

Friday 28 September 2018

DIDIK MEREKA MEMULIAKAN NASH Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

foto dokumentasi menjadi muhafiz di madrasah hafiz quran (MHQ) Baruga
AQL SULSEL



DIDIK MEREKA MEMULIAKAN NASH
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
Fasihnya anak membaca ayat memang tak dapat ditawar. Kita harus ajarkan ini dengan sebaik-baiknya semenjak masa-masa awal mereka belajar seraya terus-menerus menjaga dan meniperbaiki di masa-masa berikutnya. Tetapi kita tidak boleh lalai hal yang lebih mendasar, yakni adab terhadap nash yang bersumber dari kitabullah (al-Qur’an) maupun as-Sunnah ash-shahihah. Harus ada keyakinan yang kuat dan utuh terhadap nash. Harus ada penghormatan serta ketundukan terhadap nash, sehingga setiap kali mengetahui pendapat kita bertentangan dengan nash, maka kita segera meninggalkan pendapat kita. Dan inilah hal mendasar yang harus kita tanamkan pada jiwa anak-anak kita.

Saturday 1 September 2018

UNIVERSITAS KEILMUAN ISLAM UNTUK KEMANUSIAAN


Gambar hanya contoh


UNIVERSITAS KEILMUAN ISLAM UNTUK KEMANUSIAAN
Oleh: Hasanul Rizqa (hasanulrizqa@mail.ugm.ac.id)
Sumber : koran REPUBLIKA
Salah satu kebaikan dari ekspansi Islam adalah Universitas Ilmu. Mengutip pandangan cendekiawan Nurcholis Madjid, peradaban Islam merupakan yang pertama mengangkat ilmu pengetahuan menjadi isu kemanusiaan global sehingga melampaui sekat-sekat kebangsaan atau agama. Inilah semangat cosmopolitan yang sesungguhnya mendahului abad modern sekaligus pasca modern sekarang.

Saturday 11 August 2018

MENGISI KULIAH PERDANA PONDOK INFORMATIKA DAN GENERASI RABBANI




MENGISI KULIAH PERDANA PONDOK INFORMATIKA DAN GENERASI RABBANI

Ceritanya ana sudah mendengar pondok informatika mengadakan kuliah perdana setelah menyeleksi dan menerima mahasantri baru. Menjelang malamnya (besok acaranya) ana di hubungi ikhwa pengurus pusat LIDMI, ada apa gerangan?

Sunday 1 July 2018

ARTIKEL Energi Potensial Listrik



1. Energi Potensial Listrik
Konsep energi sangat berguna dalam mekanika. Hukum kekekalan energi memungkinkan kita memecahkan persoalan-persoalan tanpa perlu mengetahui gaya secara rinsi. Sebagai contoh gaya gravitasi menarik suatu benda menuju ke permukaan bumi. Baik gaya gravitasi Fg maupun kuat medan gravitasi (percepatan gravitasi=g) berarah vertikal ke bawah.

Friday 1 June 2018

RESENSI BUKU " The Naked Traveler Antology " : INSPIRASI DI BALIK KISAH ASAM GARAM PARA TRAVELER


INSPIRASI DI BALIK KISAH ASAM GARAM PARA TRAVELER
Peresensi: Khairul Amin
Judul                      : The Naked Traveler Antology
Penulis                   : Trinity, dkk.
Penerbit                  : B first
Tahun Cetakan       : Cetakan 3, September 2014
Jumlah halaman     : x + 226 halaman
ISBN                     : 978-602-1246-05-4

Menjadi traveler sejatinya tidak hanya mendapatkan kenikmatan secara visual dengan keindahan alam destinasi tempat tujuan, namun lebih dari itu, pelajaran hidup banyak didapat saat mengunjungi tempat-tempat baru dimana memiliki kultur, budaya, dan adat-istiadat yang berbeda dengan daerah atau Negara asal.

Tuesday 1 May 2018

KIAT-KIAT KHATAM ALQURAN DI BULAN RAMADHAN



Panduan ibadah tilawah di bln ramadhan

JADWAL MEMBACA ALQUR'AN DI BULAN RAMADHAN

Keakraban Para Ulama dengan Al-Quran DI BULAN RAMADHAN



Keakraban Para Ulama dengan Al-Quran

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. / 12 Jun 2015

Disunnahkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan dan bersemangat untuk mengkhatamkannya. Walaupun hal ini tidaklah wajib. Artinya, jika tidak mengkhatamkan Al-Qur’an, maka tidak berdosa. Namun sayang, saat itu ia akan luput dari pahala yang besar.

IRONI PENDIDIKAN DI BUMI PERTIWI (Menyambut Hari Pendidikan 2 Mei)


IRONI PENDIDIKAN DI BUMI PERTIWI
Tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional atau yang biasa disingkat Hardiknas. Tanggal 2 Mei dipilih sebagai Hardiknas sebab pada tanggal tersebut merupakan tanggal lahirnya salah satu tokoh pendidikan di Indonesia, yaitu Ki Hadjar Dewantara, tepatnya pada tanggal 2 Mei 1889 diYogyakarta.

Sunday 1 April 2018

MAKALAH ISLAM DAN GLOBALISASI; PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KRISIS IDENTITAS MUSLIM

GAMBAR hanya ilustrasi


ISLAM DAN GLOBALISASI;
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP

                                              KRISIS IDENTITAS MUSLIM


Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Wacana Islam dan Isu Kontemporer

Friday 30 March 2018

MEMBANGUN HARAPAN DI TENGAH KONFLIK


Konflik yang (telah dan dulu) terjadi di berbagai tempat di negara-negara Islam terus terjadi, walaupun tidak bersamaan kejadiannya. Namun sepanjang abad 21 ini, banyaknya konflik telah merusak citra Islam di negara-negara Arab.

Thursday 1 March 2018

Lirik Nasyid Ghuraba’



Lirik Nasyid Ghuraba’
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’ Ghuraba’
Ghuraba’un wa li ghairillaahi laa nahnil jibaa

MELANGKAH MENUJU ABAD KEBANGKITAN ISLAM (Refleksi 100 Tahun Khilafah Runtuh 1924 – 2024)



MELANGKAH MENUJU ABAD KEBANGKITAN ISLAM
(Refleksi 100 Tahun Khilafah Runtuh 1924 – 2024)
oleh Muh. Abid Fauzan

“Sesungguhnya Allah akan membangkitkan bagi umat ini setiap seratus tahun (seabad), orang yang memperbarui agamanya” (HR. Abu Daud).

Tahun 1924 M merupakan tahun runtuhnya kekhilafahan Islam Turki Utsmani. Namun runtuhnya kekhilafahan bukan semata-mata dampak dari penghianatan Musthafa Kemal Pasha (Abaturk), melainkan karena keadaan umat Islam secara global sudah amat memprihatinkan. Keterpurukan dan kelamahan dalam berbagai bidang kehidupan telah mencapai klimaksnya.

Wednesday 21 February 2018

MUKTAMAR KE 2 LIDMI : SEBUAH EVALUASI KIPRAH LIDMI





MUKTAMAR II LIDMI : Sebuah pencapaian awal yang masih terus belajar

Alhamdulillah, wasalatuwasalam ala Rasulullah.. sudah cukup lama ana memang, tak dapat aktif d pengurusan pusat LIDMI (Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia) namun ana masih memantau selama dua tahun ini di perantauan tepatnya d Mahad Bogor.

Thursday 1 February 2018

MIMPI BISA BAHASA ARAB, MENGAPA?



Berapa kalikah kita Shalat dalam sehari? Berapa ayat Al-qur’an kah yang kita baca tiap hari? Satu ‘ain, satu halaman, atau bahkan sejuz lebih tiap harinya? Ya, kedua amalan itu merupakan sebagian kecil dari amalan harian kita sebagai seorang Muslim.

Namun, di samping itu; sudahkah kita memahami apa yang kita baca dalam tiap Shalat kita? Sudahkah kita mengerti makna ayat-ayat yang kita baca? Atau setidaknya, sudahkah kita tahu arti semua yang kita baca setiap hari tersebut? Kalau memang belum, jadilah bahasa Arab menjadi kewajiban kita untuk mempelajarinya.

Wednesday 31 January 2018

THE NEW INTIFADHAH (Menghadapi Fase Baru Perjuangan Palestina)




THE NEW INTIFADHAH
(Menghadapi Fase Baru Perjuangan Palestina)

Oleh Muh.Abid Fauzan

Inna lillahi wa inna ilaihi Rojiun
Saya termasuk yg kaget bukan main, melihat berita keputusan Presiden Amerika Serikat(AS), Donald Trump mendeklarasikan al-Quds sebagai ibukota zionis. Belum pernah sama sekali presiden-presiden terdahulu AS melakukannya. Ini artinya fase yg d usung selama ini antara Barat dan Timur(dunia Islam) akan perdamaian Palestina dengan jalan damai(dialog, konferensi, dll) telah berakhir. Klaim Amerika ini telah mengubur proses perdamaian untuk selamanya, dan tak ada sekutu dalam proses perdamaian dengan bangsa Palestina.

Monday 1 January 2018

CONTOH MATERI DAUROH : “KENAPA UMMAT ISLAM MENGALAMI KEMUNDURAN” (Limadza yata akhkhar al Muslimuna)



MOHON MAAF MATERI DAUROH 
“KENAPA UMMAT ISLAM MENGALAMI KEMUNDURAN”.
(Limadza yata akhkhar al Muslimuna)

TELAH KAMI HAPUS 



KETERHIJABAN DAN BAIK SANGKA
Oleh: Salim A. Fillah
Ada banyak hal yang tak pernah kita minta tapi Allah tiada alpa menyediakannya untuk kita sepersi nafas sejuk, air segar, hangat mentari, dan kicau burung yang mendamai hati jika demikian, atas doa-doa yang kita panjatkan persiaplah untuk diijabah lebih dari apa yang kita mohonkan.
Seorang kawan bertanya dengan nada mengeluh.
“Di mana keadilan Allah?”, ujarnya. “Telah lama aku memohon dan meminta pada-Nya satu hal saja. Kuiringi semua itu dengan segala ketaatan pada-Nya. Kujauhi segala larangannya. Kutegakkan yang wajib. Kutekuni yang sunah. Kutebarkan shadaqah. Aku berdiri di waktu malam. Aku bersujud di kala Dhuha. Aku baca kalam-Nya. Aku upayakan sepenuh kemampuan mengikuti jejak Rasul-Nya. Tapi hingga kini Allah belum mewujudkan harapanku itu sama sekali.”
Saya menatapnya iba. Lalu tertunduk sedih.
“Padahal,” lanjutnya sambil kini berkaca-kaca, “Ada teman lain yang aku tahu ibadahnya berantakan. Wajibnya tak utuh. Sunnahnya tak tersentuh. Akhlaknya kacau. Otaknya kotor. Tapi begitu dia berkata bahwa dia mengiginkan sesuatu, hari berikutnya segalanya telah tersaji. Semua yang dia minta didapatkannya. Di mana  keadilan Allah?”
Rasanya saya punya banyak kata-kata untuk menghakiminya. Saya bias saja mengatakan, “Kamu sombong. Kamu bangga diri dengan ibadahmu. Kamu menganggap hina orang lain. Kamu tertipu oleh kebaikanmu sebagaimana iblis telah terlena! Jangan heran kalau doamu tidak diijabah. Kesombonganmu telah menghapus segala kebaikan. Nilai dirimu hanya anai-anai beterbangan. Mungkin kawan yang kau rendahkan jauh lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah karena dia merahasiakan amal shalihnya!”
Saya bias mengucapkan itu semua. Atau banyak kalimat kebenaran lainnya.
Tapi saya sadar. Ini ujian dalam dakapan ukhuwah. Maka saya memilih sudut pandang lain yang saya harap lebih bermakna baginya daripada sekedar terinsyafkan tapi sekaligus terluka. Saya khawatir, luka akan bertahan jauh lebih lama daripada kesadarannya.
Maka saya katakana padanya, “Pernahkah engkau didatangi pengamen?”
“Maksudnya?”
“Ya, pengamen,” lanjut saya seiring tersenyum. “Pernah?”
“Iya. Pernah.” Wajahnya serius. Matanya menatap saya lekat-lekat.
“bayangkan jika pengamennya seorang yang berpenampilan seram, bertato, bertindik, dan wajahnya garang mengerikan. Nyyanyiannya lebih mirip teriakan yanh memekakkan telinga. Suarannya kacau, balau, sengau, parau, sumbang, dan cempreng. Lagunya malah menyakitkan ulu hati, sama sekali tidak dapat dinikmati. Apakah yang akan kau lakukan?”
“Segera kuberi uang,” jawabnya, “Agar segera berhenti menyanyi dan cepat-cepat pergi.”
“Lalu bagaimana jika pengamen itu bersuara emas, mirip sempurna dangan Ebiet G. Ade atau Sam Bimbo yang kau suka, menyanyi dengan sopan dan penampilannya rapi lagi wangi; apa yang kau lakukan?”
“Kudengarkan, kunikmati hingga akhir lagu,” dia menjawab sambil memejamkan mata, mungkin membayangkan kemerduan yang canduinya itu. “Lalu kuminta dia menyanyikan lagu yang lain lagi. Tambah lagi. Dan lagi.”
Saya ketawa.
Dia ketawa.
“Kau mengerti kan?” tanya saya. “Bisa saja Allah juga berlaku begitu pada kita, para hambanNya. Jika ada manusia yang fasik, keji, mungkar, banyak dosa, dan dibenciNya berdoa memohon padaNya, mungkin akan Dia firmankan pada malaikat: ‘Cepat berikan apa yang iya minta. Aku muak mendengar ocehannya. Aku benci menyimak suaranya. Aku risi mendengar pintanya!”
  “Tapi,” saya melanjutkan sambil memastikan dia mencerna setiap kata, “Bila yang menadahkan tangan yang adalah hamba yang dicintaiNya, yang giat beribadah, yang rajin bersedekah, yang menyempurnakan wajib dan menegakkan sunnah; maka mungkin saja Allah akan berfirman pada malaikatNya: ‘Tunggu! Tunda dulu apa yang menjadi hajatnya. Sungguh Aku bahagia bila diminta. Dan biarlah hambahKu ini terus memita, terus berdoa, terus menghiba. Aku menyukai doa-doanya. Aku menyukai kata-kata dan tangis isaknya. Aku menyukai khusyu’ dan tunduknya. Aku menyukai puja dan puji yang dilantunkannya. Aku tak ingin dia menjauh dariKu setelah mendapat apa yang dia pinta.aku mencintaiNya.”
“Oh ya?” matanya berbinar. “Betul demikiankah yang terjadi padaku?”
“Hm… Pastilah aku tak tahu,” jawab saya sambil tersenyum.dia agak terkejut. Segera saya sambung sambil menepuk pundaknya, “Aku hanya ingin kau berbaik sangka.”
Dan dia tersenyum. Alhamdulillah.
Kita tidak pernah tau apa yang terjadi esok. Kita terhijab dalam kegelapan. Kita tertabir dari suatu keadaan yang kita sebut sebagai masa depan. Dalam kepekatan itu, kita hanya bias mengira-ngira. Kita menduga-duga. Kita berprasangka. Bisa baik, bisa buruk. Bisa positif, bisa negatif. Bisa opimis, bias pesimis. Itu semua pilihan. Tetapi kita harus menyusuri langkah-langkah dalam dekapan ukhuwah, sepertinya kita harus memilih untuk berbaik sangka.
Sepnjang kehidupan yang kita lalui selama ini, sebenarnya kita telah menjadi saksi dahsyatnya kekuatan baik sangka. Kita tak mungkin mampu untuk duduk atau berdiri hari ini, andai telah kita yakini bahwa sedetik lagi kematian menghampiri. Kita tak mungkin berani berbaring, sebab seperti tertulis dalam data, empat perlima kematian terjadi diatas ranjang. Kita tak mungkin berani bersantap, sebab aneka kuman dan virus yang jutaan kemungkinan ada dalam sesuap nasi dan sekerat brokoli. Kita pasti mencoba untuk menahan nafas, sebab udara disekitar kita berpeluang mengandung selaksa unsure dan senyawa yang mematikan.
Tapi kita masih berprasangka baik.
Dengan prasangka baik itu kita merencanakan dengan penuh harap dan rindu, bahwa kelak dikehidupan selanjutnya Allah akan menempatkan kita kita di surga. Bahwa diujung usia nanti, kita akan dijemput oleh kematian yang paling indah. Bahwa dalam hari-hari yang akan dating, kita akan menjalani hidup yang makin bermakna, penuh cinta, dan penuh bahagia. Dengan prasangka baik kita bias merenda mimpi, menggantungkan cita, dan menyusu rencana-rencana untuk masa depan.
Tapi kadang-kadang seperti kawan dalam cerita yang telah kit abaca diatas, ketika terbentur terjuinya hidup, adakalanya kita disergap buruk sangka. Manusiawi. Namun tak boleh dibiarkan lama-lama. Dalam dekapan ukhuwah, baik sangka sepertinya adalah satu-satunya pilihan. Agar kita menyempurnakan akar pohon iman. Agar kita bias menjuraikan dau yang rimbun dan bunga-bunga. Agar kita mampu menjumbaikan buah yang manis, harum, dan lembut. Agar kita memilih batu bata yang cukup, untuk mendirikan menara cahaya, kelak di surgaNya.
Dalam dekapan ukhuwah kita hayati firman dalam hadits Qudsi itu. “Sesungguhnya Aku,” kata Allah dalam ujaran Nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah, “Ada di sisi prasangka hambaKu pada diriKu.”
“Aku bersamanya setiap kali dia mengingatKu. Jika dia mengingatKu dikala tiada kawan, maka Aku akan mengingatnya dalam kesendirianKu. Jika dia mengingatKu dalam suatu kumpulan, niscaya Aku sebut dia dalam suatu kaum yang lebih baik daripada jama’ahnya. Jika dia mendekat padaKu dalam jarak sejengkal, maka Aku mengakrabinya dengan beringsut sehasta. Jika dia mendekat padaKu dalam jarak satu hasta, Aku akan menyambutnya dengan bergeser satu depa. Apabila dia dating kepadaKu dengan berjalan, Aku akan dating padanya dangan berlari-lari kecil.
Dalam dekapan ukhuwah, ada berjuta kebaikan mengiringi prasangka yang baik padaNya.dia seta bersama kita dan melimpahkan kebaikan, karena kita mengingatNya juga dengan prasangkaan kebaikan.
Dimasa “Abbasiyah akhir, negeri-negeri Muslim tersekat oleh berbagai kesultanan yang berkuasa sendiri-sendiri. Yang duduk bertahta di Baghdad dan mereka sebut “Amirul Mukminin” memang masih ada. Tetapi dia tak lebih dari pemuda manja yang diperlakukan bagai boneka oleh para sultan yang berebut pengaruh.
Kisah ini adalah sebuah sejarah kecil pada era itu, seperti istilah wartawan tiga zaman, Rosihan Anwar. Ini kisah seorang ayah dan anak. Sang ayah bekas budak. Selama menjadi budak, libur Jumat sebagaimana ditetapkan kesultanan dimanfaatkannya untuk habis-habisan bekerja. Dengan dirham demi dirham yang terkumpul, satu hari dia minta izin untuk menebus dirinya pada sang majikan.
“Tuan,” ujarnya, “Apakah dengan membayar harga senilai dengan berapa engkau membeliku dulu, aku akan bebas?”
“Hm.. Ya. Bisa.”
“Baik, ini dia,” katanya sambil meletakkan bungkusan uang  itu di hadapan tuannya. “Allah ‘Azza wa jalla telah membeliku dari Anda, lalu Dia membebaskanku. Alhamdulillah.”
“Maka engkau bebas karena Allah,” ujar sang tuan takjub. Dia bangkit dari duduknya dan memeluk sang budak. Dia hanya mengambil separuh harga yang tadi disebutkan. Separuh lagi diserahkannya kembali. “Gunakankan ini,” katanya berpesan, “Untuk memulai kehidupan barumu sebagai orang yang merdeka. Aku berbahagia menjadi sebagian Tangan Allah yang membebaskanmu!”
Penuh syukur dan haru, tapi juga disergap khawatir, dia pamit. “Aku tidak tahu wahai Tuanku yang baik,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca, “Apakah kebebasan ini rahmat ataukah musibah. aku hanya berbaik sangka kepada Allah.”
  Tahun demi tahun berlalu. Dia telah menikah. Tetapi sang istri meninggal dunia ketika menyelesaikan tugasnya, menyempurnakan susuan sang putra hingga usia dua tahun. Maka dibesarkan putra semata wayangnya  itu dengan penuh kasih sayang. Dididiknya anak lelaki itu untuk memahami agama dan menjalankan sunnah Nabi, juga untuk bersikap kesatria dan berjiwa merdeka.
“Anakku,” katanya disuatu pagi, “Ayahmu  ini dulu seorang budak. Ayahmu ini separuh manusia di mata agama dan sesama. Tapi selalu kujaga kehormatan dan kesucianku, maka Allah memuliakanku dengan membebaskanku. Dan jadilah kita orang merdeka. Maka Nak, orang bebas yang paling merdeka adalah dia yang memilih caranya untuk mati dan menghadap Ilahi!”
“Ketahuilah,” lanjutnya,’’Seorang yang syahid di jalan Allah itu hakikatnya tak pernah mati. Saat terbunuh, dia akan disambut oleh tujuh puluh bidadari. Ruhnya menanti kiamat dengan terbang ke sana-kemari dalam tubuh burung hitau di taman surga, dan dizinkan bagianya memberi syaf’at  bagi keluarganya. Mari  kita rebut kehormatan itu, Nak, dengan berjihad lalu syahid di jalanNya!’’
Sang anak mengangguk-angguk.
Sang ayah mengeluarkan sebuah kantung berpelisir emas. Dinar-dinar di dalamnya  bergemerincing. “Mari mempersiapkan diri”, bisiknya. ‘’Mari kita beli yang terbagus dengan  harta ini untuk dipersembahkan  dalam jihad  dijalanNya. Mari kita belanjakan uang ini untuk mengantar  kita pada kesyahidan dengan sebaik-baik tunggangan. ‘’
Siangnya, mereka pulang dari pasar dengan menuntun seekor kuda perang berwarna hitam. Kuda itu gagah. Surainya mengakar menjumbai. Tampangnya mengagumkan. Matanya berkilat. Giginya rapi dan tajam. Kakinya kekar dan kukuh. Ringkiknya pasti membuat kuda musuh bergidik.
Semua tetangga datang untuk mengaguminya. Mereka menyentuhnya, megelus, surainya. “Kuda yang hebat!” kata mereka. “Kami belum pernah melihat kuda seindah ini. Luar biasa! Mantap sekali! Berapa yang kalian habiskan untuk membeli kuda ini?”
Anak beranak itu tersenyum simpul. Yah, itu simpanan yang dikumpulkan seumur hidup.
Para tetangga ternganga mendengar jumlahnya.”Wah”, seru mereka, “Kalian masih waras atau sudah gila? Uang sebanyak itu dihabiskan membeli kuda? Padahal rumah kalian reyot nyaris roboh. Untuk makan besok pun belum tentu ada!” Kekaguman di awal tadi berubah menjadi cemooh. “Tolol!” kata salah satu. “Tak tahu diri!” ujar yang lain. “Pandir!”
“Kami tidak tahu, ini rahmat atau musibah. Tapi kami berprasangka baik kepada Allah,” ujar mereka.
Para tetangga pulang. Ayah dan anak itu pun merawat kudanya dangan penuh cinta. Makanan si kuda dijamin kelengkapannya; rumput segar, jerami kering, biji-bijian, dedak, air segar, kandang bahkan ditambah madu. Si kuda dilatih keras, tapi tak dibiarkan lelah tanpa mendapat hadiah. Kini mereka tak hanya berdua, melainkan bertiga. Bersama-sama menanti panggilan Allah ke medan jihad untuk menjemput takdir terindah.
Sepekan berlalu. Di sebuah pagi buta ketika si ayah melongok ke kandang, dia tak melihat apapun. Kosong. Palang pintunya patah. Beberapa jeruji kayu terkoyok remuk.
Kuda itu hilang!
Berduyung-duyung para tetangga datang untuk mengucapkan bela sungkawa. Mereka bersimpati pada cita tinggi kepada kedua anak ayah itu. Tapi mereka juga menganggap keduanya kelewatan. “Ah, sayang sekali!” kata mereka. “Padahal itu kuda terindah yang pernah kami lihat. Kalian memang tidak beruntung. Kuda itu hanya hadir sejenak untuk memuaskan ambisi kalian, lalu Allah membebaskannya dan mengandaskan cita-cita kalian!”
Sang ayah tersenyum sambil mengelus kepada anaknya. “Kami tidak tahu,” ucap serempak keduanya, “Ini rahmat atau musibah. Kami hanya berprasangka baik kepada Allah.”
Mereka pasrah. Mereka mencoba menghitung-hitung uang dan mengira-ngira, kapan bias membeli kudah lagi. “Nak,” sang ayah menatap mata putranya, “Dengan atau tanpa kuda, jika panggilan Allah dating, kita harus menyambutnya.” Si anak mengangguk mantap. Mereka kembali bekerja tekun seakan tak terjadi apapun.
Tiga hari kemudian, saat shubuh menjelang, kandang kuda mereka gaduh dan riuh. Suara ringkikan bershut-sahutan. Terkejut dan jaga, ayah dan anak itu berlari ke kandang sambil membenahi pakaiannya. Di kandang itu mereka temukan kuda hitam yang gagah bersurai indah. Tak salah lagi, itu kuda mereka yang pergi tanpa pamit tiga hari lalu!
Tapi kuda itu tak sendiri. Ada belasan kuda lain bersamanya. Kuda-kuda liar! Itu pasti kawan-kawannya. Mereka dating dari stepa luas untuk bergabung di kandang si hitam. Mungkinkah kuda punya akal jernih? Mungkinkah si hitam yang merasa mendapatkan layanan terbaik di kandang seorang bekas budak mengajak kawan-kawannya bergabung? Atau tahukah mereka bahwa mendatangi kandang itu berarti bersiap bertaruh nyawa untuk kemuliaan agama Allah, kelak jika panggilanNya berkumandang? Atau memang itu yang mereka inginkan?
“Bertasbih kepada Allah, segala yang di langi dan di bumi. Dan Allah Maha Pengmpun lagi Maha Bijaksana” (Q.s. Ash Shaff[61]: 1).
Ketika hari terang, para tetangga dating dengan takjub. “Luar bias!” kata mereka. “Kuda itu pergi memanggil kawan-kawannya dan kini kembali membawa mereka menggabungkan diri!” Mereka semua mengucapkan selamat pada pemiliknya.
“Wah, kalian sekarang kaya raya! Kalian orang terkaya dikampung ini!” Tapi si pemilik kembali hanya tersenyum. “Kami tak tahu, ini rahmat atau musibah. Kami hanya berprasangka baik kepad Allah.”
Hari berikutnya dengan bahagia, sang putra mencoba menaiki salah seekor kuda itu. Sukacita dia memacunya ke segala penjuru. Satu saat, kuda liar itu terkejut ketika berpapasan dengan seekor lembu yang lepas dari kandang persimpangan. Dia meronta keras, dan sang penunggang terbabting. Kakinya patah. Dia menangis kesakitan.
Para tetangga dating menjenguk. Mereka menatap anak itu dengan pandanga penuh iba. “Kami turut prihatin,” kata mereka. “ternyata kuda itu tidak membawa berkah.mereka dating membawa musibah. Alangkah lebih beruntung yang tak memiliki kuda, namun anaknya sehat sentausa!”
Tuan rumah tersenyum lagi. “Kami tak tahu, ini rahmat atau musibah. Kami hanya berprasangka bai kepada Allah.”
Hari berikutnya, hulubalang raja berkeliling negeri. Dia mengumumkan pengerahan pasukan untuk menghadapi tentara musuh yang telah menyerang perbatasan. Semua pemuda yang sehat jasmani dan rohani wajib  bergabung untuk mempertahankan negeri. Sayang, perang ini sulit dikatakan sebagai jihad di jalan Allah karena musuh yang hendak dihadapi adalah sesame muslim. Mereka hanya berbeda kesultanan.
“Nak,” bisik sang ayah ke telinga sang putra yang terbaring  tak berdaya, “Semoga Allah menjaga kita dari menumpahkan darah sesame muslim. Allah Maha Tahu, kita ingin berjihad di jalanNya. Kita sama sekali tak hendak beradu senjata dengan orang-orang muslim. Semoga Allah membebaskan diri kita dari beban itu!” Mereka berpelukan.
Petugas pendaftaran mendatangi setiap rumah dan membawa para pemuda yang memenuhi syarat. Saat memasuki rumah ayah dan anak pemilik kuda, mereka mendapati putranya terbaring di tempat tidur dengan kaki terbebat, disangga kayu dan dibalut kain.
“Ada apa dengannya?”
“Tuan prajurit,” kata sng ayah, “Anak saya ini begitu ingi membela negeri dan dia telah berlati untuk itu. Tetapi kemarin dia jatuh dari kuda ketika hendak menjinakkan kuda liar kami. Kakinya patah.”
“Ah, saying sekali!” kata sang hulubalang. “Padahal kulihat dia begitu gagah. Dia pasti akan menjadi seorang  prajurit tangguh. Tapi baiklah. Dia tidak memenuhi syarat. Maafkan aku, aku tak bias mengikutsertakannya!”
Dan hari itu, tetangga yang ditinggal pergi putra-putranya menjadi prajurit  mendatangi si pemilik kuda. “Ah, nasib!” kata mereka. “Kami kehilangan anak lelaki kami, tumpuan harapan keluarga. Kami melepas mereka tanpa tahu apakah mereka akan kembali atau tidak. Sementara putramu tetap bisa di rumah karena patah kakinya. Kalian begitu beruntung! Allah menyayangi klian!
Tuan rumah ikut bersedih melihat mendung diwajah-wajah itu. Kali ini bapak dan anak itu tak tersenyum. Tapi ucapan mereka kembali menggema, “Kami tak tahu, ini rahmat atau musibah. Kami hanya berprasangka baik kepada Allah.”
Sebulan kemudian, kota itu dipenuhi ratapan para ibu dan tangisan para istri. Sementara para lelaki hanya termangu dan tergugu. Kabarnya tak jelas. Semua pemuda yang diberangkatkan perang tewas dimedan tempur. Tapi agaknya para warga telah banyak belajar banyak dari ayah beranak pemilik kuda. Semua penduduk ini mengumumkan kalimat indah itu. “Kami tak tahu  ini rahmat atau musibah. Kami hanya berprasangka baik kepada Allah.”
Singkat kisah, tak berapa lama kemudian panggilan jihad yang sebenarnya bergema. Pasukn Mongol Hulagu Khan menyerbu wilayah islam dan membumihangusknnya hingga rata dengan tanah. Orang-orang tak berperikemanusiaan itu mengalir bagai air bah meluluhlantakan peradaban. Ayah dan anak itu pun menyongsong janjinya. Mereka bergegas menyambut panggilan dengan kalimat agungnya, ”Kami tak tau apakah ini rahmat ataukah musibah. Kami hanya berprasangka baik pada Allah.!”
Mereka memang menemui syahid. Tapi sebelum itu, ada selaksa nikmat yang Allah karuniakan kepada mereka untuk dirasai. Sang anak pernah tertangkap pasukanMongol dan dijual sebagai budak. Dia berpindah-pindah tangan hingga kepemilikannya jatuh pada Al-Kamil, seorang Sultan Ayyubiyah di kairo. Ketika pemerintahan Mamluk menggantikan wangsa Ayyubiyah di Mesir, kariernya menajak cepat dari komandan kecil menjadi panglima pasukan, lalu Amir wilayah. Terakhir, setelah wafatnya Az-Zahir Raknuddin Baibars, dia diangkat menjadi Sultan. Namanya Al-Manshur Saifuddin Qalawun.

Inilah sekelumit kisah tentangnya. Qalawun yang berani berprasangka baik dalam segala keterhijaban. Qalawun yang berani berkata, “kami tak tahu ini rahmat atau musibah. Tapi kami selalu berprasangka baik kepada Allah!” Seperti kisahnya, dalam dekapan ukhuwah, ada berjuta kebaikan mengiringi prasangka baik kita padaNya. Dia setia bersama kita dan melimpahkan kebaikan, karena kita mengingat-Nya juga dengan sangkaan kebaikan.